A. Teori tentang Sumber Kejiwaan Agama
1. Teori Monistik (Mono = satu)
Teori ini berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tungal manakah yang paling dominan sebagai sumber kejiwaan yang timbul oleh pendapat beberapa ahli, yaitu Thomas Van Aquino, Fredrick Hegel, Frederick Schleimacher, Rudolf Otto Sigmund Freud, William Mac Dougall.[1]
2. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu factor yang tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang dianggap memegang peranan penting adalah fungsi cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).
Demikian pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga fungsi tersebut:
a. Cipta (Reason); merupakan fungsi intelektual jiwa manusia.
b. Rasa (Emotion), suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperanan dalam membentukmotivai dalam corak tingkah laku seseorang.
c. Karsa (will), merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia.
Ketiganya berfungsi antara lain:
a. Cipta (reason) berperanan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek (seseorang).
b. Rasa (emotion) menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebnaran ajaran agama
c. Karsa (will) menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar dan logis. [2]
3. Beberapa pemuka Teori Fakulti[3]
a. G.M. Straton
G.M. Straton mengemukakan teori “konflik”. Ia mengatakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah aadnya konflik dalam kejiwaan manusia. Keadaan yang berlawanan seperti: baik-buruk, mowal-immoral, kepsaifan-keaktifan, rasa rendah diri dan rasa hara diri menimbulkan pertentangan (konflik) dalam diir manusia.
Selanjutnya G.M. Straton berpendapat konflik yang positif tergantung atas adanya dorongan pokok yang merupakan dorongan dasar (basic-urge), sebagai keadaan yang menyebabkan timbulnya konflik tersebut.
b. Zakiah Daradjat
Dr. Zakiah Daradjat berpendapat bawha pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang: kebutuhan yang menyebabkan manusia mendambakan rasa kasih.
2) Kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan yang mendorong manusia mengharapkan adanya perlindungan.
3) Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang mendorong manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain.
4) Kebutuhan akan rasa bebas: kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas, untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.
5) Kebutuhan akan rasa sukses; kebutuhan manusia yang menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya.
6) Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal);
7) kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.
c. W.H Thomas
Melalu teori The Four Wishes-nya ia mengemukakan, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia, yaitu :
1) Keinginan untuk keselamatan (security)
2) Keinginan untuk mendapat penghargaan (recognation)
3) Keinginan untuk ditanggapi (response)
4) Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience).
B. Timbulnya Jiwa Keagamaan pada Anak
Timbulnya agama pada anak menurut beberapa ahli anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religius selain itu adapula yang berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi dikemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan penadpat pertama bayi dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan, apabila bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka ajak sukarlah untuk melihat adanya keagamaan pada dirinya. Dalam membahas masalah tersebut ada beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
1. Rasa Ketergantungan
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes, menurutnya manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu: keinginan untuk perlindungan keinginan akan perjalanan baru, keinginan untuk mendapat tanggapan dan keinginan untuk dikenal.
2. Instink Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Isalnya instink sosial pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homosocius, baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi. Jadi, instink sosial itu tergantung dari kematangan fungsi lainnya. Demikian pula instink keagamaan.
C. Perkembangan Agama pada Anak-anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingakatan), antara lain:
1. The Fairy Tale Stage (Tingka Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimuali sejak anak mask Sekolah Dasar hinga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang bedasarkan kepada kenyataan (realis).
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Tingkat individu terbagi atas tiga golongan, yaitu :
a. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b. Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perseorangan)
c. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik.
D. Bermacam-Macam Cara Pembagian Umur Pertumbuhan Yang Dibuat Oleh Para Ahli Jiwa
Para psikolog membagi masa anak dan remaha alam 3 tahap, yaitu :
1. Masa remaja tahap awal, berusia antara 12-14 tahun
2. Masa remaja tahap pertengahan, berusia antara 15-17 tahun
3. Masa remaja tahap akhir, berusia antara 18-21 tahun. [4]
Kebutuhan yang terpenting pada anak dan remaja yang bersifat mental rohaniah ini adalah :
1. Kebutuhan agama
Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah mulai sejak si anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Pendidikan agama pada umur ini melalui semua ucapan, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya maupun perlakuan yang dirasakannya.
Kebutuhan remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhi apabila ia telah behadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai pikirannya.
Remaja dalam perkembangannya akan menemui banyak hal yang dilarang oleh ajaran agama yang dianutnya. Hal ini akan menjadikan pertentangan antara pengetahuan dan keyakinan yang diperolehnya dengan praktek masyarakat di lingkungannya. Oleh sebab itu, pada situasi yang demikian ini peranan orang tua, guru maupun ulama sangat diperlukan, agar praktek-praktek yang menyimpang tidak ditiru oleh para remaja.
2. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa kekeluargaan
Rasa kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok dalam hidup manusia. Remaja yang merasa kurang disayang oleh ibu dan bapaknya akan menderita batinnya. Kesehatannya akan terganggu dan mungkin kecerdasannya akan terhambat pertumbuhannya, kelakuannya mungkin menjadi nakal, bandel, keras kepala dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan remaja akan rasa aman mendorong untuk selalu berusaha mencari rejeki dan meningkatkan nilai-nilai kehidupan. Itu pula yang menyebabkan orang bertindak keras dan kejam kepada pihak lain yang disangkanya akan dapat membahayakan diri dan kedudukan yang teah diperolehnya bila rasa aman itu tidak terpenuhi.
4. Kebutuhan akan penyesuaian diri
Penyeusian diri dibutuhkan oleh semua orang dalam pertumbuhan yang manapun dan lebih dibutuhkan pada usia remaja. Karena pada usia remaja mengalami banyak kegoncangan-kegocangan dan perubahan dalam dirinya. Apabila seseorang tidak berhasil menyesuaikan diri pada masa kanak-kanaknya maka ia dapat mengejarnya pada usia remaja.
5. Kebutuhan akan kebebasan
Kebutuhan akan kekebasan bagi remaja merupakan manifestasi perwujudan diri. Kebebasan emosional dan materi juga merupakan kebutuhan fital remaja di masa kini. Tidak diragukan lagi bahwa kematangan fisik mendorong remaja untuk berusaha mandiri dan bebas dalam setiap pengambilan keputusan untuk dirinya, sehinga dia dapat mencapai kematangan emosional yang terlepas dari emosi orang tua dan keluarganya.
6. Kebutuhan akan pengendalian diri
Remaja membutuhkan pengendalian diri, karena dia belum mempunyai pengalaman yang memadai untuk itu. Dia sangat peka karena pertumbuhan fisik dan seksual yang berlangsung dengan cepat. Sebagai akibat dari pertumbuhan fisik dan seksual tersebut, terjadi kegoncangan dan kebimbangan dalam dirinya terutama dalam pergaulan terhadap lawan jenis.
7. Kebutuhan akan penerimaan sosial
Remaja membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang dalam lingkungannya, di rumah, di sekolah maupun di lingkungan di mana dia hidup. Merasa diterima oleh orang tua dan keluarganya merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai rasa diterima oleh masyarakat. Maka rasa peneriman sosial menjamin rasa aman bagi remaja, karena ia merasa ada dukungan ada perhatian dari mereka, dan hal ini merupakan motivasi yang sangat baik baginya untuk lebih sukses dan berhasil dalam kehidupannya. Kadang-kadang kegagalan remaja dalam pelajaran disebabkan oleh goncangan perasaan atau tidak terpenuhinya kebutuhan akan penerimaan sosial. [5]
E. Konflik dan Keraguan
Dari sampel yang diambil W. Starbuck terhadap mahasiswa Middleburg College, tersimpan bahwa : dari remaja usia 11 – 26 tahun terdapat :: 53% dari 142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima, cara penerapan, keadaan lembaga keagamaan adn para pemuka agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maak 75% diantaranya mengalami kasus yang serupa. W. Sturbuck menemukan penyebab timbulnya keraguan itu antara lain adalah faktor :
1. Kepribadian yang menyangkut salah tafsir dan jenis kelamin
2. Kesalahan Organisasi keagamaan dan pemuka agama
3. Pernyataan kebutuhan manusia
4. Kebiasaan
5. Pendidikan
6. Pencampuran antara agama dan mistik
Selanjutnya secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal antara lain mengenai :
1. Kepercayaan, menyangkut masalah ketuhanan dan implikasinya, terutama (dalam agama Kristen) suatu ketuhanan sebagai trinitas;
2. Tempat suci, menyangkut masalah pemuliaan dan pengagungan tempat-tempat suci agama.
3. Alat perlengkapan keagamaan, seperti fungsi salib dan rosario dalam Kristen;
4. Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan
5. Pemuka agama, biarawati dan biarawan
6. Perbedaan aliran dalam keagamaan, sekte (dalam agama Kristen) atau madzhab (Islam) [6]
Keragaun-keraguan yang demikian akan menjurus ke arah munculnya konflik dalam diri para remaja sehingag mereka dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang baik dan yang buruk serta antara yang benar dan yang salah.
Konflik ada beberapa macam diantaranya:
1. Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu;
2. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu dantara da macam agama atau ide keagamaan serta lembaga keagamaan;
3. Konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme
4. Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagmaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi.
PENUTUP
Dari pembahasan makalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan dan perbedaan nilai-nilai ajaran agama yang lengkap dan utuh setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi anak dan remaja bahwa agama bukan sebagai alat pemasung kreatifitas manusia, melainkan sebagai pendorong utama
Dengan demikian diharapkan anak dan remaja akan dimotivasi untuk mengenal ajaran –ajaran dalam bentuk yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
H. Jalaludin, Psikologi Agama; edisi revisi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Drs. H. Panut Panuju , Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999
Muhammad Utsman Wajati, Psikologi dalam Perspektif Hadits, Jakarta: PT. Al-Husna Baru, 2004
[1] H. Jalaludin, Psikologi Agama; edisi revisi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), h. 54-56
[4] Muhammad Utsman Wajati, Psikologi dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: PT. Al-Husna Baru, 2004), h. 255
[5] Drs. H. Panut Panuju , Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999), h. 35-40
[6] H. Jalaludin, Op. Cit., h. 78-80
[4] Ibid. h. 20
[5] Vide Syarif Ridha, Al – Majazat al – Nabawiyyah, Cairo Muassasah Al – Halabi Wa Syurakauh, 1967, hlm. 1689 - 171
[4] Drs. Sardjo, Psikologi Umum, (Jawa Timur: PT. Gaoeda Buana Indah, 1999), h. 68
[5] Drs. M. Yatimin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 2-4
[6] Drs. Wawan Kuewandi, Komunikasi Massa, h.
[8] Dr. Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 86