I. PENDAHULUAN
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran, seperti aliran Perenialisme. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat memiliki berbagai macam aliran, maka dalam filsafat pendidikan akan kita temukan juga berbagai macam aliran.
Aliran Perenialisme termasuk dalam kategori filsafat pendidikan akademis-skolastik. Kategori ini meliputi dua kelompok yakni aliran Perenialisme sendiri, Esensialisme, idealisme dan realisme, dan kelompok progresivisme, rekontruksionisme dan eksistensialisme.
Aliran Perenialisme menganggap bahwa zaman modern adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan sehingga banyak menimbulkan krisis di segala bidang kehidupan manusia. Adapun aliran Perenialisme dalam filsafat pendidikan akan kita bahas pada makalah ini.
II. PERMASALAHAN
Dari perkembangan pemikiran para filosof yang berbeda dalam menanggapi segala sesuatu, maka muncullah berbagai macam karakteristik pemikiran – pemikiran yang kemudian menjadi sebuah ciri khas dari seorang filosof sebagai hasil pemikiran tertinggi. Sejarah mencatat bahwa dalam pertumbuhan dan perkembangan filsafat terdapat berbagai macam perbedaan yang jelas dari masing – masing tokoh filsafat.
Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan, bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan berbagai pandangan atau aliran. Dimana sebuah pemikiran manusia tidak akan pernah final ketika memikirkan sesuatu yang masih mungkin bisa dipikirkan. Oleh sebab itu, dunia filsafat pendidikan pun mempunyai berbagai pandangan ataupun aliran yang berbeda.
Dalam hal ini, ada masalah – masalah dalam aliran Perenialisme, yaitu bagaimana latar belakang munculnya aliran Perenialisme, pandangan aliran Perenialisme tentang belajar, pandangan Aliran Perenialisme tentang pendidikan.
III. PEMBAHASAN MASALAH
a. Latar belakang
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.[1]
Aliran ini dianggap sebagai “regresive road to culture” yakni kembali, mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, Perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan “kembali kepada kebudayaan masa lampau”, kebudayaan yang dianggap ideal.
Pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Karena itu Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal dimaksud “education as cultural regression”. Perenialisme tak melihat jalan yang meyakinkan selain kembali kepada prinsip – prinsip yang telah sedemikian membentuk sikap kebiasaan, bahkan kepribaidan manusia selain kebudayaan dulu dan kebudayaan abad pertengahan.
Perenialisme memilih prinsip demikian karena realita zaman modern memberi alasan obyektif, memberi kondisi untuk pilihan itu. Perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita falsafatnya yang menganggap filsafatnya sebagai suatu asas yang komprehensif. Perenialisme sebagai satu pandangan hidup yang berdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil – hasilnya, karena prinsip – prinsip filsafatnya itu self-evident, kekal dan tak terikat tempat berlakunya (universal), maka prinsip – prinsip itu disamping transcendental, juga realiable untuk semua zaman, karena itu ia benar dan tepat untuk abad kita sekarang dan masa depan.[2]
b. Pandangan Perenialisme tentang belajar
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:
1. Mental dicipline sebagai teori dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
3. Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
5. Learning through teaching
Fungsi guru menurut Perenialisme berbeda dengan esensialisme. Menurut esensialisme guru sebagai perantara antara bahan dengan anak yang melakukan proses penyerapan. Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih.[3]
c. Pandangan Perenialisme mengenai pendidikan
Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:
1. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.[4]
Sedangkan pandangan – pandangan kurikulumnya mempengaruhi praktik pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a) Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain menolak pandangan bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
b) Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku pula bagi pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan kurikulum pendidikan menengah antara program, “general education” dan pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.
2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a) Kurikulum Universitas
Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult education. Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan program general education yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab dianggap telah cukup mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut “The intellectual love of good”.
b) Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh – pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak – anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan, pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa – bangsa.[5]
IV. ANALISIS
Analisis yang dapat diambil dari penjelasan di atas pada aliran Perenialisme adalah setiap manusia diharapkan agar berpikir bebas, sehingga dalam pikirannya tidak ada tekanan. Dan menekankan pendidikan berdasarkan kurikulum yang sudah disusun.
V. KESIMPULAN
Aliran Perenialisme dianggap sebagai “regresive road to culture” yakni jalan kembali ke kebudayaan masa lampau. Pandangan Perenialisme mengenai belajar dengan mendasarkan pada teori belajar, Mental disiplin sebagai teori dasar, rasionalitas dan asas kemerdekaan, belajar untuk berpikir serta belajar sebagai persiapan hidup. Perenialisme juga memiliki formula mengenai jenjang pendidikan beserta kurikulum, yaitu pendidikan dasar dan (sekolah) menengah, pendidikan tinggi dan adult education.
VI. PENUTUP
Demikian makalah aliran Perenialisme ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah aliran Perenialisme ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
http://johanaink.blogspot.com/2008/06/aliran-perenialisme.html
Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Syam, Mohammad Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
[1] http://johanaink.blogspot.com/2008/06/aliran-perenialisme.html
[3] Mohammad Nor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal. 325-328.
[4] Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 104.
[5] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 68-69.
EmoticonEmoticon