BAB I
PENDAHULUAN
Apabila siswa tidak mampu menyelesaikan tugasnya secara tuntas dengan waktu yang cukup dapat dikatakan bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar.
Kesulitan belajar diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar secara optimal. Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam belajarnya, sehingga prestasi belajar yang didapatkan berada di bawah yang seharusnya.
Pada dasarnya siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya mempunyai potensi yang tidak diragukan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajar yang dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Pada hakikatnya guru mempunyai tanggung jawab yang lebih dari pada hanya sebagai pengajar melalui tugasnya sebagai pengajar guru bertanggung jawab untuk membantu siswa dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal.
Oleh karena itu, guru diharapkan dapat menciptakan situasi kegiatan proses belajar mengajar yang efektif, efisien dan relevan. Siswa diharapkan agar memperoleh prestasi belajar yang optimal.
Agar hal tersebut dapat tercapai, maka setiap kesulitan yang timbul dalam belajar seyogyanya diidentifikasikan dan harus dilakukan perbaikan.
Hal ini berarti bahwa setiap guru dituntut kemampuannya dalam melaksanakan diagnosa kesulitan belajar siswa dengan menggunakan pengajaran remidi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Menurut Moh. Surya dalam Pengantar Bimbingan Peyukuhan, memaparkan bahwa pengajaran remidiasi adalah merupakan suatu usaha pembimbingan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai bahan pelajaran tertentu. Terutama kesulitan dalam belajar yang tidak dapat diatasi secara klasikal.[1]
Dilihat dari arti katanya, remidiasi berarti bersifat, menyembuhkan atau membetulkan atau membuat manfaat baik. Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengajaran remidiasi adalah merupakan bentuk pengajaran yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar, yang digunakan untuk membantu siswa dalam memnyembuhkan dan membetulkan pengajaran agar menjadi lebih baik.
Proses pengajaran ini sifatnya lebih khusus karena disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar yang dihadapi. Proses bantuan : lebih dikaitkan pada usaha perbaikan cara-cara belajar, cara mengajar menyesuaikan materi pelajaran penyembuhan hambatan-hambatan yang dihadapi. Jadi dalam pengajaran remedial yang disembuhkan yang disembuhkan dan yang diperbaiki adalah keseluruhan proses belajar mengajar yang meliputi cara belajar, metode mengajar materi pelajaran, alat belajar dan lingkungan yang turut serta mempengaruhi proses belajar mengajar.
Dengan pengajaran remidiasi siswa yang mengalami kesulitan belajar data dibetulkan atau disembuhkan sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan kemampuannya. Kesulitan belajar yang dialami mugkin ada semua mata pelajaran tertentu. Pembetulan dan penyembuhan yang dilakukan mencakup semua aspek kepribadian siswa. Namun dapat juga sebagian atau bagian tertentu saja hal ini tergantung ada latar belakang, jenis dan sifat dari kesulitan belajar yang dialami.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono mengatakan pengajaran perbaikan atau remidiasi adalah suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan, atau dengan singkat pengajaran yang bersifat menyembuhkan membuat menjadi baik.[2]
Dapat dikatakan pula bahwa pengajaran perbaikan itu berfungsi terapis untuk (menyembuhkan). Yang disembuhkan adalah beberapa hambatan (gangguan) kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan belajar juga perbaikan pribadi dan sebaliknya.
Menurut Suharsimi Arikunto, Remidial Teaching berasal dari kata remedy (Inggris) yang artinya menyembuhkan. Pengajaran perbaikan atau remidias berarti kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswi yang belum menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap pelajaran tersebut.[3]
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Kurikulum Berbasis Kompetensi, mengatakan “Program remidiasi ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar dan terhadap tugas-tugas modul, hasil tes dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemauan belajar setiap peserta didik atau siswa. Hasil analisis ini dipadukan dengan catatan-catatan yang ada pada program mingguan dan harian. Untuk digunakan sebagai bahan tindak lanjut proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.[4]
Hubungannya pengajaran perbaikan atau remidiasi dengan kegiatan kegiatan belajar mengajar maka pengajaran perbaikan ini merupakan pelengkap dari proses pengajaran secara keseluruhan. Oleh karena itu pengajaran ini sebenarnya mutlak difahami setidak-tidaknya oleh guru bidang studi dan petugas bimbingan yang menyuruh karena pengajaran perbaikan ini perlu dapat dilihat dari segi guru, siswa, dan proses pendidikan. Remidiasi merupakan kegiatan yang diberikan kepada siswa-siswanya yang belum menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka.
2. Tujuan Pengajaran Remidiasi
Mengutip dari buku Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial, bahwa secara umum tujuan pengajaran remidiasi tidaklah berbeda dengan tujuan pengajaran pada umumnya yaitu agar setiap siswa dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Tujuan pengajaran remidiasi adalah sebagai berikut:
- Dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan.
- Dapat mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan yang baru yang dapat mendorong tercapainya belajar yang lebih baik.
- Dapat memilih materi dan fasilitas belajar yang tepat.
- Dapat mengatasi hambatan-hambatan belajar yang menjadi latar belakang kesulitannya.
- Memahami dirinya, khususnya yang menyangkut prestasi belajarnya, yang meliputi segi kekuatannya, segi kelemahannya, jenis dan sifat kesulitannya.
- Dapat mengubah / memperbaiki cara-cara belajar ke arah yang lebih baik sesuai dengan kesulitan yang dihadapinya.[5]
Dengan adanya pengajaran remidi maka tujuan pengajaran dapat dicapai oleh siswa terutama bagi yang mengalami kesulitan belajar.
3. Metode Pengajaran Remidiasi
Metode berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu metha dan Hodos. Metha berarti melalui dan Hodos berarti jalan atau cara.[6] Setidaknya di dalam pengajaran remidial. Ada beberaa mtode yang digunakan, diantaranya adalah :
- Pengajaran Individual
Yaitu interaksi antara guru siswa secata individual dalam proses belajar mengajar pendekatan metode ini bersifat individual sesuai dengan kesulitan yang dihadapi siswa.
- Tanya Jawab
Metode ini digunakan dalam menganalisakan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitannya dalam rangka perbaikan serangkaian tanya jawab dapat membantu siswa dalam memahami dalam mengetahui kelebihan kekurangannya, perbaikan cara-cara belajar.
- Diskusi
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan interaksi antar individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
Kebaikan metode ini bersifat individual dalam kelompok dapat mengenal diri dan kesulitannya dan menemukan jalan pemecahannya.[7]
Menurut Suharsimi Arikunto metode pengajaran remidiasi antara lain :
- Kerja kelompok : metode ini hampir bersamaan dengan metode pemberian tugas dan metode diskusi. Yang penting adalah interaksi dia antara anggota kelompok dengan haraan terjadi perbaikan pada diri siswa yang mengalami kesulitan belajar.
- Tugas metode ini dapat digunkan dalam rangka mengenal kasus dan dalam rangka pemberian bantuan.
Dengan demikian tugas-tugas tertentu bak secara individual maupun secara kelompok siswa yang mengalami kesulitan dapat ditolong dengan harapan agar siswa lebih memahami dirinya dapat memperluas/mendalami materi yang dipelajari dapat memperbaiki cara-cara belajar yang pernah dialami.
- Tutor; adalah siswa yang sebaya yang ditunjuk / ditugaskan membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena hubungan antar teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan guru siswa. Dengan petunjuk dari guru tutor ini membantu temannya yang mengalami kesulitan.[8]
4. Pembelajaran Remidi
Dalam fakta lapangan masih ada sebagian guru yang belum menyadari akan tingkat kecerdasan dan kemampuan anak yang berbeda-beda. Hal ini terjadi diantaranya karena sistem pengajaran secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Di beberapa sekolah kebanyakan kapasitas jumlah siswa pun terkadang belum efisien (kelas gemuk), karena satu guru dihadapkan pada 40 lebih siswa yang bervariasi. Guru mengajar siswa dengan cara dikelompokkan dalam 1 kelas besar, dengan asumsi merak memiliki kelompok ilmu sama. Yang pada akhirnya siswa dianggap sebagai objek didik yang memiliki kesiapan belajar yang sama. Akibatnya banyak siswa yang hanya mampu mencapai nilai di bawah rata-rata.
Tugas guru disini adalah membantu siswa agar dia (siswa) memiliki kemampuan, minimal paham dengan mata pelajaran yang di bawah standar.
Mengutip dalam buku yang ditulis oleh Sukardi menyatakan bahwa remidial kelas merupakan pengelompokan siswa, khusus yang dipilih yang memerlukan pengajaran lebih pada mata pelajaran tertentu daripada siswa dalam kelas biasa. Tindakan kelas remidi yang berupa pengajaran kembali dengan materi pembelajaran yang mungkin diulang atau pemberian suplemen dengan soal dan latihan secara umum adalah termasuk dalam cakupan metode mengajar guru.
Kegiatan evaluasi yang mendahului pengajaran remidi untuk memberikan materi pembelajaran yang harus sesuai denganhasil diagnostik adalah masih dalam cakupan evaluasi pembelajaran.
Remidi tidak lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat diterapkan, hanya ketika kesulitan dasar para siswa telah diketahui. Kegiatan remidi merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi pertama dilakukan. Remidi pada umumnya mencakup pemahaman kebutuhan individual siswa, ditambah dengan metode pengajaran yang tepat yang diterapkan oleh guru untuk dapat membantu siswa daam mencapai tujuan pembelajaran yang telah diterapkan.
Pada umumnya ada beberapa cara untuk mengetahui siswa yang kurang/memiliki kesulitan dalam pelajaran. Satu cara yang masih dirasakan efektif adalah menggunakan pendekatan survei untuk menjaring informasi tentang siswa yang mengalami kesulitan dan memerlukan remidi. Dalam bukunya, Sukardi menjelaskan bahwa tes survei ini termasuk tes dalam program remidi yang direncanakan untuk memenuhi tujuan tersebut. Ketika siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat diidentifikas, mereka kemudian dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil, atau jika jumlah mereka kecil, siswa dapat tetap disatukan dalam kelompok siswa yang tidak mengalami kesulitan belajar. Langkah berikutnya yang juga penting ialah siswa diwajibkan mengikuti program remidi dengan pemberian materi tertentu.
Sebenanya tujuan evaluasi diagnostik dan remidi adalah membantu para siswa agar dengan kemampuannya dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar. Hal ini tentu saja menuntut kerja keras seorang guru. Untuk mencapai tujuan itu seorang guru harus mempunyai kompetensi penting, yaitu kemampuan untuk dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan dari para siswanya untuk kemudian dapat membantu mereka memperbaiki kelemahan dengan tetap memberi semangat dan membangun melalui kelebihannya.
Hal yang menjadi patokan dalam pengajaran remidi yang perlu diketahui oleh para pendidik (guru) adalah bahwa siswa perlu memiliki pengalaman berhasil dalam proses pembelajaran siswa diberikan motivasi yang baik oleh guru. Bahwa ia pasti akan bisa dan berhasil dalam aspek yang lain. Guru melakukan inovasi kreatif dengan menggunakan metode lain yang lebih tepat, mislanya problem solving atau dengan model belajar dan materi di sekitar siswa.
Guru yang kreatif harus pandai memotivasi siswa-siswinya karena dengan memberikan motivasi yang positif terhadap kemampuan siswa dalam unit-unit pembelajaran tertentu untuk kemudian digunakan sebagai langkah awal dalam mengatasi keterbatasan siswa dalam memahami pelajaran.
BAB III
ANALISIS
Guru merupakan ujung tombak dalam mengubah sikap siswa dari menarik diri atau antipati belajar menjadi bergairah dalam mencapai tujuan belajar. Para siswa yang mengalami permasalahan-permasalahan belajar harus diberi pemahaman dalam bentuk program-program yang direncanakan dalam bentuk kegiatan remidi. Mereka yang mempunyai problem diidentifikasi dan dipilih untuk kemudian diberi penjelasan secara intensif. Langkah berikutnya, materi belajar yang menjadikan problem diungkap kembali dengan diberikan soal dan latihan yang mendukung terealisasinya pencapaian hasil belajar. Cara yang lain yang bisa dilakukan misalnya dengan memberi pekerjaan rumah, karena terkadang ada beberapa siswa yang ternyata bisa mengerjakan dengan baik apabila diberi waktu tambahan. Di samping itu guru harus tetap intensif memotivasi para siswa untuk senantiasa belajar.
Kendala yang banyak ditemui saat ini adalah anak yang merasa tertinggal dengan teman-temannya. Mereka akan mundur secara teratur dan pergaulan teman-temannya terkadang mereka juga bosan dan menjalani program remidial yang diselenggarakan oleh guru, maka untuk tetap termotivasi dan interes untuk belajar, maka program remidi harus selalu ditekankan, tindakan pengajaran guru yang monoton dan itu-itu saja tanpa usaha keras perlu dibuang jauh-jauh.
Oleh karena itu dalam pengajaran remidi, pendekatan mengajar yang variatif sangat diperlukan demi tercapainya tujuan. Pendekatan yang variatif, relevan dan menyenangkan pada prinsipnya sangat sesuai dengan prinsip pembelajaran kontekstual, bisa mencegah ketegangan mental siswa dan merangsang untuk melakukan pengembangan diri dalam belajar.
Kegiatan remidial merupakan mutlak bagi seorang guru pengajaran remidial tidak hanya sebatas evaluasi atau sekedar pemberian tugas (yang penting nilai sudah mencapai standar). Bukan hanya itu yang dikehendaki dalam pengajaran remidial, namun anak dapat paham betul apa yang menjadi indikator pencapaian serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.[9]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta.
Arifin, M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif. Cet. Ketiga. Jakarta: CV. Rajawali.
Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik, Implementasi dan Inovasi. Cet. 4. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukardi, H.M. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Surya, Moh. dan Rochman Nata Wijaya. 1997. Pengantar Bimibngan dan Penyuluhan. Jakarta: UT.
Tim Penyususn Modul. 1994. Diagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial. Jakarta: UT.
[1] Moh. Surya dan Rochman Nata Wijaya, Pengantar Bimibngan dan Penyuluhan, (Jakarta: UT, 1997), h. 273.
[2] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 144-145.
[3] Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, Cet. Ketiga, (Jakarta: CV. Ajawali, 1992), h. 35.
[4] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Konsep, Karakteristik, IMplementasi dan Inovasi), Cet. 4, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 99.
[5] Tim Penyususn Modul, Doagnostik Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidial, (Jakarta: UT, 1994), h. 60.
[9] H.M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 9.
EmoticonEmoticon