November 14, 2022

Instrument Penelitian




1.      Instrumen Penenlitian
a.       Pengertian
Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Alat ukur  dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi, instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik, semua fenomena ini disebut variable penelitian. Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variable penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Misalnya akan meneliti tentang “pengaruh kepemimpinan dan iklim kerja lembaga terhadap produktivitas kerja pegawai”.
Dalam hal ini ada tiga instrumen yang perlu dibuat, yaitu:
1)      Instrumen untuk mengukur kepemimpinan
2)      Instrumen untuk mengukur iklim kerja
3)      Instrumen untuk mengukur produktivitas kerja pegawai.[1]
Dalam penelitian kuantitatif, kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan  data. Adapun dalam penelitian  kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah penelitian itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan.[2]
b.      Cara menyusun instrumen
Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen penelitian, yaitu:
1)      Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul penelitian atau yang tertera di dalam problematika penelitian.
2)      Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel.
3)      Mencari indicator setiap sub atau bagian variabel.
4)      Menderetkan deskriptor dari setiap indicator.
5)      Maerumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir instrument.
6)      Melengkapi instrument dengan (pedoman/instruksi) dan kata pengantar.[3]
Sebagai contoh misalnya variabel penelitiannya “Tingkat kekayaan” indikator kekayaan misalnya : rumah, kendaraan, tempat belanja, pendidikan, jenis makanan yang sering dimakan, jenis olahraga yang dilakukan dan sebagainya. Untuk indikator rumah, bentuk pertanyaannya misalnya: 1) Berapa jumlah rumah, 2) di mana letak rumah, 3) berapa luas masing-masing rumah, 4) bagaimana kualitas bangunan rumah dan sebagainya.
Untuk bisa menetapkan indikator-indkator dari setiap variabel yang diteliti, maka diperlukan wawasan yang luas dan mendalam tentang variabel yang diteliti, dan teori-teori yang mendukungnya, penggunaan teori untuk menyusun instrument harus secermat mungkin agar diperoleh indikator yang valid, caranya dapat dilakukan  dengan membaca berbagai referensi (seperti buku, jurnal) membaca hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis dan konsultasi pada orang yang dipandang ahli.[4]
Adapun langkah-langkah instrument tersebut jika digambarkan skema adalah sebagai berikut:
Variabel
®
Sub variabel
®
Indikator-Deskriptor
®
Butir-butir pertanyaan

2.      Pengumpulan Data
Setelah instrument penelitian telah kita tentukan,langkah selanjutnya yaitu proses pengumpulan data:
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada satu seminar, diskusi, di jalan-jalan, dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datang, maka megumpulkan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder.[6]
Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber merupakan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,  maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), dan gabungan ketiganya.[7]
Di bawah ini akan dikemukakan pengumpulan data berdasarkan tekniknya, yaitu melalui wawancara, angket dan observasi.
a.      Interview
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon.
1)   Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data. Bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
2)   Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah  wawancara yang bebas di mana penelitian tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
b.      Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk di jawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan terbesar di wilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.
c.      Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai cirri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlau besar.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedakan menjadi obeservasi terstruktur dan obsevasi tidak terstruktur.
1)   Obserasi berperan serta (participant observation)
Dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian.
2)   Observasi nonpartisipan
Kalau data observasi partisipan penelitian terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati, maka dalam observasi ini peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.[8]

Salah sau peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami.[9]
I.         KESIMPULAN
Instrumen penelitian yaitu sebuah tolak ukur atau alat yang digunakan untuk menentukan jenis penelitian yang akan dipilih. Dengan adanya instrumen penelitian maka data yang akan dikumpulkan lebih mudah, baik data itu berupa wawancara, angket, atau observasi. Adapun pengumpulan data mempunyai beberapa teknik tertentu, diantaranya :
a.       Interview
b.      Kuesioner
c.       Observasi






Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 1995. Management Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara


[1] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantatif, Kualitatif dan R x D (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 102-103.
[2] Ibid, h. 222.
[3] Dr. Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 178.
[4] Sugiyono, op.cit., h. 104.
[5] Dra. Nurul Zuriyah, M.Si, Metodologi Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 170.
[6] Sugiyono, op.cit., h. 137.
[7] Ibid, h. 137.
[8] Sugiyono, op.cit., h. 137-146.
[9] Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), h. 224.
TR st� _ ' o � � �D� 4.0pt;font-family:HQPB2;mso-ascii-font-family:"Times New Roman"; mso-hansi-font-family:"Times New Roman";mso-char-type:symbol;mso-symbol-font-family: HQPB2'>n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÌÈ  
Artinya :
3.   Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An-Nuur : 3).[2]

Pada ayat tersebut menunjukan bahwa kebolehan nikak dengan laki-laki yang menghamili merupakan pengecualian oleh karena itu, laki-laki yang menghamili itulah yang tepat menjadi suaminya, selain itu pengidentifikasian dengan laki-laki musyrik menunjukan keharaman wanita yang hamil dimaksud untuk menjadi syarat larangan terhadap laki-laki yang baik untuk mengawininya.[3]
Dalam realitanya kehidupan masyasrakat sering juga ditemukan persoalan dimana seorang wanita hamil tidak dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya. Mengenai pria yang kawin dengan wanita yang hamil oleh orang lain ini, terjadi perbedaan pendapat para ulama.
1.      Imam Abu Yusuf mengatakan keduanya tidak bleh dikawinkan sebab bila dikawinkan perkawinannya batal.
Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi
ان رجلا تزوج امرأة فلما اصا يهاوجدها حبلى فرجع ذلك ألى النبي صلى الله عليه و سلم ففرق بينهما و جعل لها الصداق و جلى ها ما ئه
"Sesungguhnya seporang laki-laki mengawini seorang wanita ketika ia mencampurinya. Ia ia mendapatkannya dalam keadaan hamil, lalu dia laporkan kepada Nabi, kemudian Nabi menceraikan keduanya dan memberikan kepada wanita itu maskawin kemudian did era sebanyak seratus kali".
Ibnu Qudamah sejalan dengan pendapat Imam Abu Yusuf dan menambahkan bahwa seorang pria tidak boleh mengawini wanita yang diketahuinya telah berbuat zina dengan orang lain kecuali dengan dua syarat :
a)      Wanita tersebut telah melahirkan, bila dia hamil, jadi dalam keadaan hamil tidak boleh dikawini.
b)      Wanita tersebut telah menjalani hukuman dera, apakah dia hamil atau tidak.

2.      Imam Muhammad Bin Al-Hasan Al-Syaibany mengatakan, bahwa perkawinan itu sah tetapi haram baginya bercampur baginya selama bayi yang dikandungnya belum lahir.
Pendapat ini berdasarkan hadits
لاتؤطاء حاملا حتى تصع
"Janganlah engkau mencampuri wanita yang hamil sehingga lahir (kandungannya)".
3.      Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa perkawinan itu dipandang sah karena tidak terikat dengan pekawinan orang lain. Wanita itu boleh juga dicampuri karena tidak mungkin nasab bayi yang terkandung ternodai oleh sperma suaminya. Sedang bayinya bukan keturunan orang yang mengawini ibunya itu.
Dengan demikian status anak tersebut adalah sebagai anak zina bila pria yang mengawini ibunya itu, pria yang menghamilinya maka terjadi perbedaan pendapat.
a)      Bayi itu termasuk anak zina bila ibunya dikawini setelah usia kandungannya berumur 4 bulan keatas. Bila kurang dari 4 bulan maka bayi tersebut adalah anak suami yang sah.
b)      Bayi tersebut termasuk anak zina, karena anak itu adalah anak diluar nikah walaupun dilihat darisegi bahasa, bahwa anak itu adalah anaknya. Karena hasil dari sperma dan ovum bapak dari ibunya itu.[4]

























[1] M. Ali Hasan, Masailul Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Hukum Islam Komtemporer, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 86
[2] H. Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 37-38
[3] H. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia, (              : Sinar Grafika, 2006), h. 45

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon