Showing posts with label Perilaku Berkarya. Show all posts
Showing posts with label Perilaku Berkarya. Show all posts

October 29, 2022

Akhlak Al Karimah dan As syaiah





BAB I  PENDAHULUAN

 Akhlak merupakan suatu cerminan dari sifat manusia yang biasanya akan terlihat manakala kita merespon suatu maslaah. Akhlak kita akan terlihat dari cara kita merespon nikmat, musibah, pujian, ataupun caci maki. Akhlak kitapun akan tampak ketika kita memiliki sesuatu maupun tidak memiliki apa-apa. Akhlak kita juga terlihat ketika kita sakit, takut dan lain sebagainya.

Dengan ini kita mengerti bahwa akhlak atau budi pekerti merupakan sifat jiwa yang tidak kelihatan. Adapun akhlak yang kelihatan itu ialah “kelakuan” atau “muamalah”. Kelakuan ialah gambaran da bukti adanya akhlak, maka bila kita melihat orang yang memberi dengan tetap di dalam keadaan yang serupa, menunjukkan kepada kita akan adanya akhlak dermawan di dalam jiwanya. Adapun perbuatan yang terjadi satu atau dua kali, tidak menunjukkan akhlak. Aristotheles menguatkan bentuka adat kebiasaan yang baik, yakni dalam membentuk akhlak yang tetap yang timbul dari padanya perbuatan-perbatan yang baik dengan terus menerus. Sebagaimana pohon dikenal dengan buahnya, demikian juga akhlak yang baik diketahui dengan perbuatan yang baik yang timbul dengan teratur.

Pembahasan akhlak dalam makalah ini akan menguraikan materi tentang akhlak al-karimah (akhlak yang terpuji) dan akhlak assyayi’ah (akhlak yang tercela) serta macam-macamnya.

 

BAB II PEMBAHASAN

 

A.    Akhlak Al-Karimah

Ahlak Al Karimah dalam Islam tidak semata didasarkan pertimbangan kemanusiaan. Lebih dari itu, akhlak adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah. Seorang muslim sudah seharusnya menjadikan akhlakul karimah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Apapun yang dikerjakan bukan dengan motivasi ingin mencari pamrih, pujian, atau kebanggan, melainkan menjadikannya sebagai rangkaian amal kebajikan yang diharapkan yang diharapkan akan mencakupi utnuk menjadi bekal pulang ke negeri akhirat nanti.[1]

Adapun beberapa pendapat para ahli mengenai akhlakul karimah antara lain:

a.       Al-Hasan berpendapat bahwa akhlak yang baik adalah wajah yang berseri-seri, kemurahan hati, dan menahan diri dari perbuatan yang menyakiti orang lain.

b.      Al-Wathi berkata itu berarti bahwa hendaknya seseorang tidak berdebat atau didebat oleh orang lain, karena kekuatan makrifat terhadap Allah SWT.

c.       Syah Al-Kirmani berkata itu berarti tidak melakukan perbuatan yang tidak menyakiti orang lain dan bahkan bersabar menghadapi perbuatan yang menyakitkan.

d.      Sahl Al-Tustari paling merendah tingkatannya adlah sikap sabar tidak menuntut balas, berimpati kepada pelaku kejahatan, memohonkan ampun untuknya dan menaruh belas kasihan atasnya.

e.       Ali R.A. kebaikan akhlak terletak pada 3 perilaku menjauhkan diri apa yang diharapkan, mencari yang dihalalkan dan bersikap pemurah kepada keluarga.

f.       Abu Said Al-Kharaz berkata itu berarti bahwa tidak ada lagi cita-cita bagimu kecuali Allah.

g.      Aa’ Gym akhlak yang baik adalah upaya merespon segala sesuatu dengan sikap terbaik sehingga menjadi respon yang spontan selalu dalam sikap terbaiknya.

Dan masih banyak pernyataan semacam ini, tetapi semuanya membicarakan buah dari akhlak yang baik, bukan esensinya; terlebih lagi pembicaraan itu tidak mampu mencakup keseluruhan buahnya ula. Karena mengungkapkan hakikatnya lebih penting daripada hanya sekedar mengutip berbagai pendapat menyangkut masalah itu, kami akan melanjutkan pembahasan kami sebagai berikut:

“Paras” (khalaq) dan “watak” (khuluq) adalah dua ungkapan yang dapat digunakan secara bersamaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan misalnya bahwa “Si Polan itu baik paras maupun wataknya”, yakni baik lahir mauun batinnya. Sebab yang dimaksudkan dengan kata khuluq adalah bentuk batin. Yang demikian itu karena bahwasannya manusia terdiri dari jasmani yang dapat dijangkau oleh penglihatan (bashar) dan ruhani (ruh) maupun jiwa (nafs) yang hanya bisa dijangkau oleh mata batin.

Dengan demikian sumber kebaikan akhlak adalah empat sifat utama, yaitu kepandaian, keberanian, kesederhanaan, dan keseimbangan, serta sisanya adalah cabang-cabang dari keempat sifat utama ini. Tidak ada manusia yang bisa mencapai keseimbangan kecali Rasulullah Saw; manusia-manusia sesudahnya berbeda-beda derajat kedekatan maupun kejauhan darinya. Oleh arena itu, setiap manusia yang dekat kepadanya dari segi akhlak ini, berarti dia dekat kepada Allah sesuai dengan kadar kedekatannya kepada Rasulullah Saw. Oleh karena itu, setiap msnuai yang pada dirinya terdapat keseluruhan sifat ini pantas menjadi emimpin yang layak dipatuhi, yakni manusia yang lain tunduk dan meneladaninya dalam semua perbuatan. Sedangkan orang yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat ini dan malah bersifat sebaliknya, maka ia pantas diasingkan dari masyarakat. Sebab sesungguhnya dia lebih dekat kepada setan yang terkutuk dan terusir sehingga layak untuk diajuhi. Sebaliknya, manusia yang disebutkan terdahulu menyerupai malaikat, yang dekat kepada Allah sehingga pantas untuk diteladani dan didekati. Sebab Rasulullah Saw. “Aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”, seperti yang disabdakan sendiri. Al-Qur’an telah menyebutkan sifat-sifat ini ketika menggambarkan perangai orang-orang yang beriman: Allah Swt. Berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad degan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. Oleh karena itu, iman kepada Allah dan Rasul-Nya yang bersih dari keraguan meruakan keyakinan yang kuat, buah dari akal dan hikmah. Berjuang dengan harta berarti murah hati, yaitu sikap yang merujuk kepada keberhasilan mengendalikan syahwat. Sedangkan berjuang dengan jiwa menunjukkan sikap pemberani, yaitu sikap yang muncul karena keberhasilan menggunakan daya amarah atas dasar bimbingan akal dan prinsip keseimbangan. Sesungguhnya Allah Swt telah menyifati para sahabat, melalui firmanNya, Mereka bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi sayang terhadap sesama mereka,  dan ini mengisyaratkan bahwa sikap tegas dan kasih sayang masing-masing memiliki tempat tersendiri. Dengan demikian, kesempurnaan bukanlah terletak pada sikap yang membai buta atau pada kasih sayang yang membabi buta pula.

 

  1. Macam-macam Akhlak Al- Karimah

Akhlak al Karimah merupakan salah satu aspek penting yang perlu dibina dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:

1)      Memelihara Harga Diri

Agar kita dapat memelihara harga diri dan sekaligus meningkatkan kepribadian yang luhur serta dihargai orang lain, maka hendaklah kita membekali diri dengan sikap dan perbuatan yang positif. Di antara sikap dan perbuatan itu adalah:

a)      Optimis, atau mempunyai cita-cita yang tinggi, yakni keinginan yang dibarengi dengan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh kesabaran, agar ia menjadi manusia yang hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Sebaliknya Allah membenci orang yang pesimis atau berputus asa, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 87, yang artinya.......”dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah, kecuali orang-orang kafir.”

b)      Ikhlas, yaitu mengerjakan segala sesuatu, baik yang berhubungan dengan Allah (beribadah) maupun sesama manusia hendaklah dengan perasaan ikhlas tanpa ada paksaan. Semuanya dikerjakan semata-mata karena Allah.[2]

Firman Allah SWT

Artinya :

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.....

c)      Jujur, yaitu sifat atau sikap seseorang yang menyatakan sesuatu dengan sesungguhnya, apa adanya, tidak ditambah dan tidak pula dikurangi. Dalam hubungannya dengan sesama manusia, ia selalu berusaha memberi manfaat kepada orang lain serta menjaga jangan sampai apa yang dikatakan dan dilakukannya itu mengikuti orang lain.

Sabda Rasulullah SAW

Artinya:

خَيْرُالنَّاسِ اَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ. (رواه القضا عى عرجابر)

“manusia yang paling baik adalah manusia yang peling berguna (berjasa) bagi orang lain.” (Hadits riwayat Qudhar dan Jabir)

d)     Menepati janji, agama Islam mengajarkan agar umatnya menepati janji, sebaliknya sangat membenci orang yang ingkar janji, sebab akan menghilangkan kepercayaan orang lain dan merugikan dirinya sendiri.

Firman Allah dalam Al-Qur’an:

Artinya:

....Dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.(Al-Israa: 34)

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.(Al-Maidah:1)

 

e)      Amanah, artinya dapat dipercaya, lawannya khianat, artinya tidak dapat dipercaya. Agama Islam mengajarkan agar kita menjaga amanah yang dipercayakan kepada kita, baik amanah itu datang dari manusia apalagi datangnya dari Allah. Amanah itu ada bermacam-macam, diantaranya berupa harta benda, kepercayaan, jabatan maupun sesuatu rahasia. Bisa juga berupa ilmu pengetahuan dan keturunan. Dan kalau amanah itu sudah diberikan kepada kita, janganlah disalahgunakan pada jalan yang tidak baik atau menyesatkan.

Firman Allah:

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada ahlinya...(An-Nisa:58)

f)       Sabar, ialah tabah dan sanggup menderita dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian. Orang tabah tidak pernah mengeluh dan tanpa ada rasa putus asa, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah.

Firman Allah SWT:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(Al-Baqarah: 153)

 

Nabi Muhammad SAW dalam menyiarkan Agama Islam, selalu mengalami cobaan-cobaan dan rintangan yang banyak sekali. Beliau dcaci-maki, bahkan mendapatkan perlakuan kasar dengan dilempari batu dan kotoran binatang, ketika sedang mengerjakan shalat.

Namun demikian beliau tetap sabar dan tetap menjalankan tugasnya mengajak umat manusia untuk masuk agama Islam.

g)      Pemaaf, termasuk salah satu perbuatan baik dan akhlak terpuji, sifat pemaaf adalah termasuk akhlak Rasulullah SAW.

Sebagai contoh ketika beliau di kota Thaif, ketika beliau berdakwah beliau dilempari batu dan diusir. Tetapi beliau malah berdo’a:

اَللهُمَّ اهْدِ قَوْميْ فَاِنَّهُمْ لاَيَفْلَمُوْنَ

Artinya:

“Ya Allah ya Tuhan kami, berikanlah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengerti.”

h)      Hemat, orang yang mempunyai sifat hemat, pasti tidak aan menyia-nyiakan waktu, karena waktu adalah barang yang bermanfaat. Hemat bukan berarti kikir atau pelit. Hemat berarti tidak boros dan tidak suka menghambur-hamburkan harta. Artinya:

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan(Al-Israa: 27)

 

i)        Lemah lembut, adalah suatu sikap yang ada pada diir seseorang yang berakhlak baik. Orang yang memiliki sikap lemah lembut, biasanya mempunyai perasaan halus, memliki rasa belas kasihan dalam hati, sopan santun dalam pergaulan. Ia akan mempunyai belas kasihan kepada semua hamba Allah yang ada di muka bumi ini.

Rasulullah bersabda:

Artinya:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ضَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ: اِرْحَمُْوْا مَنْ فِى اْلاَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

Artinya:

Sayangilah orang yang ada di bumi supaya engkau disayangi oleh yang dilangit”.

Kasih sayang dan lemah lembut itu mencakup tiga bagian, yaitu:

·         Lemah lembut terhadap hak-hak Allah, yaitu dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya

·         Lemah lembut sesama manusia, yaitu dengan cara saling tolong-menolong, sopan santun dalam bergaul

·         Lemah lembut terhadap benda-benda alam dan lingkungan hidup, yaitu dengan cara memelihara, menjaga keselamatan dan mempergunakan dengan benar.

 

 

1.      Asy Syaja’ah

a.       Pengertian Asy Syaja’ah

Dalam bahasa Arab kata “syaja’ah” berarti berani atau keperwiraan dalam arti yang sebenarnya adalah  “berani menghadapi bahaya atau penderitaan dengan penuh ketabahan sesuai dengan tuntunan agama Islam.

Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua:

1)      Asy Syaja’ah harbiyah

Yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.

2)      Asy Syaja’ah nafsiyah

Yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan di luar medan peperangan, seperti menegakkan kebenaran.

            Kedua macam sifat berani di atas terdapat pada diri Rasulullah SAW. Beliau teramasuk orang yang berani baik di medan perang maupun di luar medan perang.

b.      Hakikat Asy Syaja’ah

Hakikat dari keberanian itu tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1)      Berani membenarkan yang benar dan berani menyalahkan yang salah.

2)      Berani membela hak milik, jiwa dan raga

3)      Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa

Berani berbeda dengan kalap. Kalap itu berani yang ditimbulkan karena kehilangan akal atau kehilangan rasa takut sebagai akibat dari ketakutan yang berlebihan, sehingga sifatnya membabi buta. Berani bukan berarti tidak dibarengi rasa takut sama sekali. Rasa takut itu perlu bagi manusia agar ia teliti, waspada, dan berhati-hati.

 

Faktor timbulnya berani dalam arti syaja’ah antara lain:

1)      Percaya kepada diri sendiri

2)      Memiliki iman yang kuat dan mantap

3)      Memiliki himmah atau cita-cita yang tinggi dan mulia.

c.       Sumber keberanian Rasulullah

Sumber keberanian Rasulullah adalah: faktor keturunan, fitrah dan pendidikan langsung dari Allah SWT. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi sumber keberaniannya adalah sebagai berikut:

Firman Allah:

Artinya:

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.

(At-Taubah: 41)

 

Demikian pula Allah telah menunjukkan cara-cara mengahadapi musuh (orang-orang kafir) sebagaimana firmannya:

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).

Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka jahannam. dan amat buruklah tempat kembalinya.(Al-Anfal: 15-16)

 

Apabila kita perhatikan makna ayat di atas, maka seolah-olah keberanian Rasulullah itu bertumpu pada keberanian fisik saja, padahal sebenarnya tidak. Keberanian yang dimiliki Rasulullah adalah keberanian yang mencakup semua segi, baik fisik maupun mental.

Dalam hubungan Rasulullah bersabda:

لَيْسَ الشَّدِ يْدُ بِا لصُّرْعًةِ، اِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ بَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Artinya:

“Bukanlah dinamakan pemberani orang yang kuat bergulat, sesungguhnya pemberani itu adalah orang yang sanggup menguasai dirinya di waktu marah.

Kemampuan manusia menguasai dirinya waktu marah, lebih berat dari pada bertempur. Apabila manusia telah mampu melawan dan menaklukkan hawa nafsunya sendiri, maka akan lebih mudah menghadapi musuh yang sebenarnya.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali tindakan-tikdakan yang memerlukan keberanian, seseorang yang melihat ada bahaya yang akan menimpa dirinya, kaluarga maupun bangsanya, lalu ia tampil ke depan untuk mengatasi bahaya itu dengan tabah, maka dia adalah orang yang berani.

Sifat berani sangat perlu dimiliki oleh setiap orang Islam, sebab hilangnya sifat berani akan mengakibatkan agama Islam akan diabaikan dan dicemooh oleh pihak lain.  Mereka akan berusaha membuat kaum muslimin tidak mau megatakan mana yang benar dan mana yang salah. Dan membuat umat Islam mengingkari agamanya sendiri dan mengikuti kepercayaan mereka.

Keinginan itu tercermin dalam firman Allah SWT:

Artinya:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (Al-Baqarah: 120)

 

Sebaliknya sifat pengecut dan tidak bertanggung jawab termasuk perbuatan tercela.

Sabda Rasulullah SAW:

شَرُّمَافِى الرَّجُلِ شَحٌّ هَالِعٌ وَجُبَنٌ خَالِعٌ

Artinya:

“sejelek-jelek sifat yang ada pada seseorang adalah terlalu kikir dan terlalu takut” (Hadits Riwayat Abu Daud)

 

2.      Al Qana’ah

a.       Pengertian Al-Qana’ah

Kata Al Qana’ah (القناعة) berasal dari kata قَنع-يقنع-قنعة  yang berarti merasa cukup. Adapun maksudnya adalah “rela menerima apa yang diterimanya bersikap terbuka dan menjauhkan diri dari sikap tidak puas”.

Adanya sifat qana’ah pada diri seseorang bukan berarti hanya menganggap cukup dan menerima sesuatu, kemudian bermalas-malasan. Akan tetapi seandainya sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara yang wajar, namun hasilnya belum sesuai dengan apa yang di cita-citakan, maka ia dengan rela hati menerima hasil tersebut.

Orang yang memiliki sifat qanaah dalam hidupnya akan merasa tenteram, dan tenang dalam menghadapi gejolak liku-liku kehidupan, tanpa melupakan kesejahteraan serta keselamatan hidupnya.

Orang yang bersifat qanaah berpendirian bahwa apa yang diperoleh aytau apa yang ada pada dirinya, semuanya sudah menurut ketentuan Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

Artinya:

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh). (Hud: 6)

 

Qanaah dapat dikatakan sebagai stabilisator karena orang yang bersifat qanaah selalu berlapang dada, hatinya selalu tentetam, selalu merasa kaya dalam arti berkecukupan, bebas dari keresahan karena khawatir kekurangan.

Sabda Rasulullah SAW

عَنْ اَبِى هَرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ ص.م. لَيْسَغِنى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرْضِ، وَلكِنَّ الْغِنى النَّفْسِ. (متفق عليه)

Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda: Bukanlah kekayaan itu karena banyak harta bendanya, tetapi kekayaan yang sebenarnya ialah kaya jiwa (Muttafaq Alaih).”

 

Oleh karena hatinya senantiasa berkecukupan, maka orang yang mempunyai sifat qana’ah akan terhindar dari sifat loba dan tamak yang ciri utamanya adalah suka meminta-minta kepada manusia, seolah-olah masih merasa kurang puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya.

Qana’ah disebut sebagai dinamisator, karena merupakan kekuatan batin yang dapat mendorong seseorang untuk meraih kemajuan dalam hidup ini, berlandaskan kemampuan dirinya sendiri dan bergantung kepada karunia Allah semata-mata.

b.      Fungsi dan posisi qana’ah

Fungsi qana’ah menetralisasi sifat sombong karena merasa berkecukupan dan sifat berkeluh kesah karena merasa kekurangan, sehingga posisinya selalu di tengah-tengah. Hal itu juga diajarkan dalam Islam sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:

خَيْرُ اْلاُمُوْرِ اَوْسَطُهَا. (رواه البيهق)

Artinya:

 “Sebaik-baiknya perkara itu ialah pertengahannya” (HR. Baihaqi)

 

Adapun posisi qana’ah adlah sebagai berikut:

1)      Realistis atau keterbukaan, menetralisasi sifat frustasi (putus asa) dan optimisme yang berlebihan.

2)      Menerima apa adanya, menetralisasi sifat-sifat suka mengeluh dan sifat sombong karena merasapeling kaya.

3)      Dinamis, menetralisasi sifat statis, malas dan sifat labil atau meledak-ledak.

4)      Penuh gairah dan semangat, menetralisasi sifat-sifat masa bodoh dan mengejar keduniaan

5)      Tenang, stabil jiwa, menetralisasi sifat resah dan ambisi yang negatif

6)      Optimis, menetralisasi sifat pesimis dan terlalu yakin diri.

7)      Dermawan, berada di antara sifat kikir dan pemboros

8)      Syukur nikmat, tawakkal dan taqwa, menetralisasi sifat iri hati dan kufur nikmat.

Orang yang memiliki sifat qanaah ialah orang yang giat bekerja untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya dari hasil yang diterimanya disyukuri dengan penuh kerelaan. Ciri-ciri orang yang memiliki sifat qana’ah dapat disimpulkan sebagai berikut:

 

1)      Menerima dengan ridha

2)      Selalu memohon kepada Allah agar diberikan tambahan sambil terus berusaha dan berdoa

3)      Menerima dengan sabar segala ketentuan Allah SWT

4)      Senantiasa bertawakkal kepada Allah SWT

5)      Tidak tertarik oleh tipu daya dunia

 

Kita dianjurkan untuk selalu menengok  dan membandingkan keadaan kita dengan orang yang kedaannya lebih rendah dibandingkan kita.

Nabi bersabda:

اَلقَنَاعَةُ مَالُ لاَيَنْقُدُ وَدَخْرُلاَيَفْنى.

Artinya:

“Qana’ah itu harta yang tidak bisa hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”.

Termasuk dalam sifat qana’ah yaitu raja’ dan adil raja’ artinya harapan besar. Maksudnya adalah mempunyai harapan kepada Allah SWT agar segala rahmat dan karunia-Nya, tidak pernah merasa putus asa atau tipis harapan dalam kehidupannya. Sifat raja’ dapat membawa dan mendorong seseorang untuk lebih giat bekerja menuju tercapainya cita-cita. Lawan sifat raja’, putus asa, karena putus asa termasuk sifat-sifat orang kafir.

Firman Allah:

Artinya:

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Yusuf: 87)

Adil artinya menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pengertian adil dalam syari’at Islam adalah melaksanakan amanah Allah SWT dengan menempatkan sesuatu pada kedudukan yang sebenarnya, tanpa melebihi atau mengurangi.

Allah SWT memerintahkan kita umat Islam untuk menegakkan kebenaran dan keadilan kepada siapa saja.

Firman Allah SWT:

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.. (An Nisa 135)

 

Lawan dari sifat adil adalah zhalim, yaitu meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Zhalim dapat diartikan pula dengan semua perbuatan maksiat dan penentang terhadap hukum-hukum Allah.

 

3.      Persaudaraan dan Persatuan

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk yang lemah, sehingga tidak mungkin hidup seorang diri. Setiap orang membutuhkan bantuan dan pertolongan orang lain. Manusia sering disebut sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu harus bersama-sama dengan orang lain. Oleh karenanya secara kodrati manusia dalam kehiddupannya harus bersaudara dan membentuk persatuan.

Firman Allah:

Artinya:

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al Hujarat: 13)

 

Dari ayat di atas dapat kita ambil pengertian bahwa manusia yang tersebar di seluruh jagat raya ini adalah berasal dari satu keturunan, yakni Adam dan Hawa. Segala perbedaan bukanlah untuk mengaku lebih mulia dan tidak boleh menjadi penghalang untuk saling mengenal menuju satu kesatuan dan persatuan. Allah SWT juga menegaskan bahwa seseorang mulia atau hina, hanya dinilai dari ketaqwaannya kepada Allah.

Di dalam Al-Qur’an maupun hadits, banyak kita dapati perintah yang menyuruh kita agar hidup bersatu dan bersaudara.

Allah berfirman:

Artinya:

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,” (Ali Imron: 103)

 

Dalam hal bersaudara di dalam Islam, Rasulullah mengajarkan agar kita selalu kasih mengasihi dan cinta-mencintai laksana satu tubuh, sebagaimana sabdanya:

تَرَالْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَر حَمِهِمْ وَتَودِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ اِذَا شْتَكى عُضُوٌ تَدَعى سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالحُمى (متفق عليه)

Artinya:

“Engkau mengetahui orang-orang yang  beriman (sempurna) dalam saling kasih mengasihi, cinta-mencintai dan beriba hati antar ereka bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota menderita, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan sehingga tidak dapat tidur dan panas” (Muttafaq Alaih)

 

B.     Akhlak Assyayi’ah (Akhlak Tercela)

Akhlak tercela berbeda dengan akhlakul karimah dan bahkan bertolak belakang sama sekali yaitu akhlak yang tidak tercermin dalam diri Rasulullah adapun macam-macamnya antara lain:

1.      Sifat Buruk Sangka dan Bahayanya

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata-kata “suu-uzh-zhan” artinya buruk sangka”. Suu’uzh-zhan maksudnya ialah menetapkan sesuatu persangkaan atau penetapan sesuatu berdasarkan goresan jiwa yang mengarah kepada kejelekan dan keburukan terhadap orang lain. Misalnya menyangka atau menuduh seseorang melakukan pencurian padahal ia tidak pasti dan tidak dapat menunjukan bukti-bukti persangkaan atau tuduhanya itu. Kebalikan dari sifat buruk sangka atau suu-zh-zhan adlah “husnuzh-zhan”artinya berbaik sangka, yakni menetapkan sesuatu dengan perkiraan atau dengan yang baik. Suu-uzh-zhan termask akhlak tercela.

Di dalam Al-Qur’an Surah al-Hujurat ayat 12 Allah berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.(QS. AL-Hujurat: 12)

Rasulullah Saw melarang kita umat Islam berburuk sangka, sebagaimana dalam sebuah hadits beliau bersabda:

اِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكَْبَ الْحَدِيْثِ (متفق عليه)

Artinya: “Jauhkanlah prasangka, maka sesungguhnya prasangka itu, sedusta-dusta pembicaraan.” (Muttafaq ‘alaih)

Dari ayat dan hadits tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sifat buruk sangka itu termasuk akhlak yang tercela, perbuatan dosa kalau kita melakukannya. Jadi tidak boleh menyangka atau mengira-ira, apalagi menuduh orang lain melakukan kejahatan, buruk sangka dapat menibulkan keretakan bagi keutuhan persatuan dan persaudaraan sesama umat Islam. Buruk sangka dapat pula menimbulkan perpecahan di antara sesama teman, dalam keluarga dan dalam masyarakat.

 

2.      Sifat Hasad dan Dengki

Hasud menurut bahasa artinya dengki. Menurut istilah ialah berusaha untuk menghilangkan kenikmatan yang diperoleh orang lain, supaya nikmat itu berpindah kepada dirinya atau supaya nikmat itu pindah dari orang yang didengkinya.

Dalam pandangan Islam maupun menurut pandangan masyarakat kita, hasud ini termasuk akhlak tercela, karena orang yang menyimpan sifat hasud itu, dia tidak merasa senang melihat teman atau orang lain mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan, bahkan ia bercita-cita

BAB IV PENUTUP

 

 

dari uraian datas dapatkami simpulka beberapa hal sebagai berikut :

alkhlak Al-Karimah adalah ibadah yang mesti didasarkan atas semangat penghambaan kepada Allah

Macam-macam alkhlak Al-Karimah antara lain :

 1.   memeliara harga diri

 2.   Asy Syaja’ah

 3.   Al-Qona’ah

 4.   Persaudaraan dan Persatuan

Akhlak As-syaiah merupaka perangai yang tercermn dalam tutur kata, tingkah laku, dan sikap yang tidak baik

 Macam-macam Akhlak As-syaiah antara lain :

1.      Sifat buruk sangka

2.      Sifat hasud atau dengki

3.      Sifat suka mencari kesalahan orang lain

4.      Sifat memfitnah dan adu domba

Demikian makalah yang dapa kami sajikan semoga kita dapat menerapkan dan dapat mengambil mafaat dari  alkhlak Al-Karimah dal kehidupa sehari-hari, kami sadar masi bahwa masih banyak kekurangan dari penyajian makalah ini karena keterbatasan kami.untuk itu besar harapan kami agar pembaca mau memberikan saran dan  kritik demi kesempurnaa makalah ini. 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gymnastiar, Abdullah. 2006.Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya.jakarta : MQ Khas

 

Yunus Mahfut.1963.Sejarah Pendidika islam.Jakarta:P.T. Hidayat Agung

 

Dirjend Pebinaan Kelembagaan Agama Islam.1995.Aqidah Akhlak I. Jakarta : Departemen Agama RI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Abdullah Gymnastiar, Saya Tidak Ingin Kaya Tapi Harus Kaya, (Bandung: Khas MQ, 2006), h. 157.

[2] Departemen RI, Akidah Akhlak I, (Jakarta: Dirjen Pemninaan Kelembagaan Agama Islam, 1995)