A.
Pendahuluan
Bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang terarah, continue dan sistematis kepada setiap
individu agar ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal,
sehingga sangatlah dibutuhkan tenaga pembimbing (konselor).
Mengingat begitu
pentingnya tenaga pembimbing (konselor) dalam suatu sekolah, maka perlu
diketahui dan diperhatikan tentang kualifikasi tenaga pembimbing (konselor),
agar proses bimbingan dapat berjalan lancar.
B.
Pembahasan
1.
Kualifikasi konselor
Suatu program
bimbingan yang efektif menghendaki pelayanan seorang anggota staff yang cakap
dan berwenang disamping guru-guru biasa. Anggota staff yang dimaksud itu adalah
guru penyuluh atau konselor.
Untuk menghadapi
kebutuhan dewasa ini seorang konselor harus memilki beberapa kualifikasi yang
memungkinkannya. Untuk dapat melaksanakan tugas penyuluhan dengan hasil yang
baik, diantaranya:
a.
Memiliki kecapakan scholastik
Kecakapn scholastik seorang
konselor harus memadai, karena cepat atau lambat ia harus mampu menatar dirinya
sehingga menjadi sarjana penuh.
b.
Memiliki minat terhadap
pekerjaannya dan berpribadi baik.
c.
Memahami prinsip-prinsip
yang mendasari bimbingan individuil serta hubungannya dengan keseluruhan
program pendidikan.
d.
Kemampuan untuk bertindak
secara ramah dan bijaksana terhadap anak-anak dan orang dewasa selama diadakan
wawancara.
e.
Kemampuan untuk memahami
dan menghargai anak-anak.
f.
Kemampuan untuk
mendengarkan dan mendapatkan informasi dari murid-murid dari orang tua.
g.
Pengetahuan yang memadai
mengenai teori-teori perkembangan jiwa.[1]
Keterampilan yang harus dimiliki oleh
konselor adalah:
·
Keterampilan interpersonal
Konselor yang efektif mampu
mendemonstrasikan perilaku mendengar, berkomunikasi, empati, kehadiran (present),
kesadaran komunikasi non-verbal, sensitifitas terhadap kualitas suara,
responsivitas terhadap ekspresi emosi, pengambil alihan, menstruktur waktu, dan
menggunakan bahasa.
·
Keyakinan dan sikap
personal.
Kapasitas untuk
menerima yang lain, yakin adanya potensi untuk berubah, kesadaran terhadap
pilihan etika dan moral, sensitivitas terhadap nilai yang dipegang oleh klien
dan diri.
·
Kemampuan konseptual
Kemampuan untuk memahami dan menilai
masalah klien, mengantisipasi konsekuensi tindakan dimasa depan, memahami
proses kilat dalam kerangka skema konseptual yang lebih luas, mengingat informasi
yang berkenaan dengan klien, fleksibilitas kognitif dan keterampilan dalam
memecahkan masalah.
·
Ketegaran personal.
Tidak adanya kebutuhan pribadi atau
keyakinan irasional yang sangat merusak hubungan konseling, percaya diri, kemampuan
untuk menoleransi perasaan yang kuat atau tak nyaman dalam hubungan dengan
klien, batasan pribadi yang aman, mampu untuk menjadi klien, tidak mempunyai
prasangka sosial, etnosentris, dan autoritarianisme.
·
Mengusai teknik
Pengetahuan tentang kapan dan
bagaimana melaksanakan intervensi tertentu, kemampuan untuk menilai efektifitas
intervensi, memahami dasar pemikiran di belakang teknik, memiliki simpanan
intervensi yang cukup.
·
Kemampuan untuk paham dan
bekerja dalam sistem sosial
Termasuk kesadaran akan keluarga dan
hubunga kerja dengan klien, pengaruh agensi terhadap klien, kapasitas untuk
mendukung jaringan dan supervisi. Sensitivitas terhadap dunia sosial klien yang
mungkin bersumber dari perbedaan gender, etnis, orientasi seks, atau kelompok
umur.
·
Terbuka untuk belajar dan
bertanya
Kemampuan untuk waspada terhadap
latar belakang dan masalah klien. Terbuka terhadap pengetahuan baru.
Menggunakan riset untuk menginformasikan praktik.[2]
Kerangka etika praktik yang baik dari
BACP (2001: 4) secara eksplisit bersumber dari perspektif “kebajikan” dengan
mengidentifikasikan serangkaian personal yang harus dimiliki oleh semua
praktisi:
-
Empati : kemampuan untuk
mengkomunikasikan pemahaman terhadap pengalaman orang lain dari perspektif
orang itu sendiri.
-
Ketulusan : komitmen
pribadi untuk konsisten terhadap apa yang dinyatakan dan apa yang dilakukan.
-
Integritas : kesederhanaan,
kejujuran, dan koherensi pribadi.
-
Fleksibilitas : kemampuan
untuk menangani apa yang menjadi perhatian klien tanpa harus mengacuhkannya
secara personal.
-
Rasa hormat : menunjukan
keyakinan untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang.
-
Kesederhanaan : kemampuan
untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang.
-
Kompetensi : keterampilan
dan pengetahuan efektif yang dibutuhkan untuk melakukan apa yang
dipersyaratkan.
-
Keadilan : aplikasi
kriteria yang tepat secara konsisten untuk menginformasikan keputusan dan
tindakan.
-
Kebajikan : memiliki
kemampuan untuk menilai sebagai dasar untuk bertindak.
-
Keberanian : kapasitas
untuk bertindak tanpa terpengaruh rasa takut, resiko dan ketidakpastian.[3]
Menurut W.S Winkel, Konselor yang
tergabung dalam Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) harus memiliki :
v
Sikap, keterampilan dan
pengetahuan
-
Agar dapat memahami orang
lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus menerus berusaha menguasai
dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada
dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan
mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan kliennya.
-
Dalam melakukan tugasnya
membantu klien, konselor harus memperhatikan sifat-sifat sederhana, rendah
hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, sadar diri, dan tidak boleh
dogmatis. Disamping itu, konselor harus jujur, tertib, hormat dan percaya pada
paham hidup sehat.
-
Ia harus memiliki sikap
tanggung jawab terhadap lembaga dan individu yang dilayani, maupun terhadap
ikatan profesinya.
-
Konselor harus lebih
terbuka terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya
dari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya dengan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana yang diatur dalam kode
etik.
-
Dalam menjalankan
tugas-tugasnya, konselor harus mengusahakan mutu kerja yang setinggi mungkin.
Untuk itu ia harus terampil menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur
khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
-
Untuk melakukan pekerjaan
konselor dengan kewenangan penuh diperlukan pengetahuan dasar yang memadai
tentang hakikat dan tingkah laku orang. Tentang teknik dan prosedur layanan
bimbingan dan pengetahuan-pengetahuan penunjang lain. Penguasaan dalam
pengetahuan tersebut memerlukan pendidikan lengkap tingkat sarjana dibawah
pembinaan ahli.
-
Pekerjaan sebagai konselor
muda atau guru pembimbing (disekolah-sekolah) memerlukan jenis pengetahuan
dasar yang sama seperti yang dituntut dari seorang konselor yang berkewenangan
penuh dan yang diperolehnya dari pendidikan khusus (tingkat sarjana muda atau
kurang) dibawah pembinaan ahli.
v
Pengetahuan kewenangan
Untuk dapat bekerja sebagai konselor
ata guru pembimbing, diperlukan pengakuan keahlian kewenangan oleh badan khusus
yang dibentuk oleh IPBI atas dasar wewenang yang diberikan kepada badan
tersebut oleh pemerintah.[4]
Ditambahkan pula oleh Michael yang
dikutip oleh Slameto dalam bukunya “Bimbingan di Sekolah”, menurutnya
ada beberapa kualitas pribadi yang perlu diperhatikan oleh konselor, yaitu:
-
Sanggup berbicara dengan
bahasa orang lain atau murid
-
Fleksibel dan sanggup
mengubah tingkah lakunya.
-
Memiliki sense of humor
dan rasa aman.
-
Mampu menyimpan rahasia.
-
Menjadi pengamat yang
aktif.
-
Sanggup mengendalikan emosi
-
Menunjukan empati dan
memiliki integritas.
-
Tulus ikhlas dan dapat
dipercaya.[5]
-
Seorang pembimbing harus
sehat fisik maupun psikisnya.
-
Seorang pembimbing harus
mempunyai inisiatif yang cukup baik sehingga dapat diharapkan adanya kemajuan
didalam usaha bimbingan dan penyuluhan kearah keadaan yang lebih sempurna demi
kemajuan sekolah.[6]
-
Kemampuan untuk paham dan
bekerja dalam sistem sosial.
-
Kemampuan konseptual.
-
Terbuka untuk belajar dan
bertanya.[7]
2.
Yang berhak menjadi
pembimbing (Klasifikasi Personil Bimbingan)
Klasifikasi
tenaga-tenaga bimbingan taraf keahlian dalam menangani pelayanan bimbingan
dilembaga pendidikan sekolah, antara lain:
a.
Konselor sekolah, yaitu
tenaga profesional yang mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan.
b.
Guru pembimbing atau
konselor, yaitu seorang guru yang disamping mengajar disatu bidang studi
terlibat juga dalam rangkaian pelayanan bimbingan termasuk layanan konseling.[8]
3.
Keuntungan dan kelemahan
Personil Bimbingan
a.
Koselor Sekolah
v
Keuntungan-keuntungan :
-
Adanya kemungkinan bagi
pembimbing untuk memusatkan segala perhatian dan kemampuannya khusus pada
soal-soal bimbingan, terlepas dari kewajiban mengajar. Dengan demikian, maka
dapat diharapkan bimbingan dan penyuluhan akan berlangsung lebih sempurna.
-
Perhatian pembimbing dapat
menyeluruh meliputi seluruh kelas dan seluruh anak dengan perhatian yang sama.
-
Anak dapat dengan bebas
menyatakan segala sesuatu kepada pembimbing, tidak terhalang adanya prasangka
didalam menyatakan problemnya.
v
Kelemahan-kelemahan :
-
Pembimbing tidak mempunyai
alat yang praktis untuk mengadakan hubungan secara menyeluruh dengan anak-anak.
-
Kadang-kadang keadaan
bersifat kaku, karena lebih menitik beratkan pada struktur dari soal fungsi.
-
Kalau pembimbing dipegang
oleh tenaga yang khusus, maka soal ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
mendidiknya.
b.
Guru pembimbing atau guru
konselor.
v
Keuntungan-keuntungan :
-
Guru mempunyai alat yang
praktis untuk mengadakan pendekatan terhadap anak-anak, dengan demikian dapat
melihat keadaan anak-anak dengan lebih seksama dan didalam kelas guru
pembimbing dapat mengamati anak dengan sebenarnya.
-
Situasi menjadi luwes,
tidak kaku, dan setiap waktu guru dapat bertindak sebagai pembimbing.
-
Kebutuhan akan tenaga
pembimbing segera dapat dipenuhi, hal ini dapat ditempuh dengan job training
bagi guru-guru.
v
Kelemahan-kelemahan :
-
Karena guru berhubungan
dengan mata pelajaran dan ini berhubungan langsung dengan dengan nilai, maka
anak-anak akan kurang terbuka untuk menyatakan problemnya.
-
Tanpa disadari ada
kemungkinan guru pembimbing lebih menekankan kepada kelas yang diajarnya
melebihi dari kelas-kelas yang lain.
-
Dengan ditambahnya tugas
guru itu, berarti menambah beban pertanggung jawaban dari guru.
-
Jalannya bimbingan bisa
saja terjadi secara simpang siur.[9]
C.
Penutup.
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Seorang pembimbing
(konselor) adalah seorang pemimpin dikalangan anak didik/ anak bimbingannya.
Yang berkemampuan tinggi dalam melakukan komunikasi dengan mereka dan menjadi
suri tauladan dalam tingkah laku serta bersikap melindungi anak bimbingannya
dari kesulitan-kesulitan yang ada, serta menunjukan jalan pemecahan terhadap
kesulitan yang dialami.
2.
Seorang konselor harus
memiliki kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang luas agar proses
bimbingan berjalan dengan lancar.
3.
Tenaga pembimbing di
lembaga sekolah ada dua macam, yaitu: konselor sekolah dan guru pembimbing atau
guru konselor, yang masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan
sendiri-sendiri.
[1] I.
Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung:
Ilmu, 1975, hal. 133
[2] John Mc
Leod, Pengantar Konseling Teori dan
Studi Kasus, Edisi Ketiga, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 536-537
[3] Ibid,
hal. 441-442
[4] W.S
Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta:
Grasindo, 1997, hal. 772
[5] Slameto,
Bimbingan dan di Sekolah, Jakarta: Bina Aksara, 1988, hal. 91
[6] M. Umar
dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: Pustaka Setia, 2001,
hal. 44
[7] John Mc Leod,
Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2006, hal. 537
[8] W.S
Winkel, Op. Cit, hal. 187
[9] M. Umar
dan Sartono, Op.Cit, hal. 46
EmoticonEmoticon