A. Pengertian Bayi Tabung
Para ahli berbeda pendapat dalam mengartikan bayi tabung antara lain yaitu; bayi tabung menurut Prof. Sarwono diartikan mani seorang laki-laki yang dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam alat kandungan seorang wanita yang kemudian dinamakan permanian buatan (insenmination articificialis). Kemudian H. Ali Akbar mengartikan bayi tabung ialah membuahi istri tanpa junub yang dilakukan dengan pertolongan dokter. Sedangkan Anwar dan Raharjo mengartikan bayi tabung ialah usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dengan sel telur di luar tubuh (invitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi, hasil tersebut dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu (embrio transfer) sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa. Oleh karena pembuahannya dilakukan di tabung gelas, maka lazim disebut bayi tabung atau dengan istilah lain inseminasi buatan.
Inseminasi buatan di masa kini tidak lagi hanya untuk menolong pasangan infertile bahkan sekarang motivasi percobaan bayi tabung adalah untuk mendapatkan anak super. Untuk maksud tersebut tidak lagi digunakan sperma suami dari wanita yang menginginkan anak, melainkan dari sperma laki-laki lain yang lazim disebut donor.
Untuk memenuhi permintaan wanita yang menginginkan sperma donor, maka didirikanlah bank-bank sperma. Misalkan di California berdiri bank sperma Escondido dan juga di Inggris, lebih jauh lagi mulai timbul inisiatif “ibu sewaan” (biring mother) yang pada prinsipnya menyediakan seorang wanita untuk mengandung hasil konsepsi inviltro tadi.
Di Indonesia masalah bank sperma mulai banyak dibicarakan setelah lahirnya bayi tabung pertama kali pada awal 1980. Menurut pengakuan Suma Praja, sampai tanggal 4 Oktober 1980 di Indonesia telah banyak anak-anak hasil inseminasi buatan yang berasal dari sperma donor.
Masalah-masalah tersebut merupakan persoalan serius yang membutuhkan penjelasan segera. Fenomena tersebut di masa mendatang akan membawa perubahan besar yang menyangkut moral, sosial, budaya, media dan agama.
B. Aspek-aspek Bayi Tabung
Bayi tabung dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
1. Aspek medis
Tindakan fertilisasi invitro ini tampaknya sederhana dan mudah dilakukan, tetapi kenyataannya masalah yang rumit dan memerlukan persiapan yang matang. Selain itu diperlukan juga sarana dan fasilitas yang memadai, orang yang ahli di bidangnya, serta memerlukan ketelitian yang tinggi.
Prosedur fertilisasi in vitro secara umum dapat dibagi menjadi beberapa tahapan:
a. Seleksi dan persiapan pasien
b. Stimulasi indung telur
c. Penentuan saat pengambilan ovum
d. Pengambilan ovum
e. Persiapan ovum
f. Persiapan sperma dan inseminasi
g. Kultur embrio
h. Transfer embrio
i. Perawatan pasca transfer
Indikasi fertilisasi in vitro meliputi:
a. Kerusakan saluran telur
b. Infertilitas laki-laki
c. Infertilitas idiopatik
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang yang cocok untuk mendapatkan tindakan fertilisasi in vitro adalah sebagai berikut:
a. Umur wanita tidak boleh lebih dari 30 tahun
b. Mempunyai status hormonal yang normal dengan ovulasi regular
c. Setidak-tidaknya didapatkan satu indung telur yang normal dan dapat dicapai untuk melakukan aspirasi sel telur (ovum pick up)
d. Yang terbaik adalah sperma normal atau parameter di atas normal
e. Pasangan tersebut harus benar-benar bersedia bekerja sama dengan tim dokter yang menanganinya
2. Aspek moral kejiwaan
Ditinjau dari segi kejiwaan, keberadaan bayi tabung dapat diterangkan menurut pendekatan perkawinan, anak, pelaksanaan dan kehadiran anak tabung tersebut di tengah masyarakat.
Dalam suatu perkawinan, masalah anak sangat potensial untuk timbulnya permasalahan. Sebagian besar orang beranggapan bahwa wanita baru sempurna fungsi kodratnya bila dia dapat melahirkan anak. Oleh karena itu, bagi pasangan yang belum atau tidak mempunyai keturunan akan menempuh berbagai berbagai upaya untuk mendapatkannya. Di antara upaya tersebut yaitu dengan metode bayi tabung. Meskipun untuk menetukan pilihan ini harus diperhatikan berbagai pertimbangan. Dari pendekatan anak, anak mempunyai dua nilai, yaitu nilai ekonomi dan nilai kultural.
Ditinjau dari pelaksanaan percobaan bayi tabung ini, pertimbangan psikologi perlu diperhatikan pada pasangan itu sendiri dan tim medis yang menanganinya. Bagi pasangan yang ingin mempunyai keturunan dengan cara ini sejak proses awal tindakan dan konsultasi sampai akhir tindakan merupakan saat-saat yang mendebarkan. Mereka akan dengan penuh harap menunggu hasil tindakan. Tim dokter yang menangani perlu memiliki ketelitian dan keahlian yang memadai. Hal ini perlu untuk keberhasilan tindakan itu sendiri dan juga untuk memberikan rasa percaya bagi pasien.
Terkadang timbul masalah setelah wanita tersebut melahirkan bayi tabung. Karena wanita tersebut dapat melahirkan tetapi prosesnya tidak seperti wanita lainnya, inilah kenyataan yang kadang masih belum dapat diterima oleh seorang wanita. Kehebatan teknologi transfer embrio bukan kebanggaan untuk dipublikasikan dengan mengungkap identitas pasien. Diharapkan wanita dan anak tabung tersebut dapat hidup dengan wajar. Jangan sampai mereka menjadi bahan pergunjingan dan tontonan.
Bagaimanapun masalah psikologis ini sangat tergantung dari kematangan mental pasangan tersebut. Selain itu sangat diperlukan dukungan moral dari berbagai pihak terutama dari tim medis yang menanganinya.
3. Aspek hukum
Hukum yang berkaitan dengan bayi tabung adalah hukum yang mengatur hubungan dalam keluarga dan pergaulan dalam masyarakat.
Kedudukan yuridis dalam keluarga, anak tabung ini sama dengan anak angkat yang telah diadopsi dan anak kandung. Anak tabung ini berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya, berhak mendapatkan perlindungan dan perawatan. Sebaliknya dia harus memenuhi kewajibannya mematuhi dan menghormati orang tuanya.
Adapun munculnya ibu pengganti, diperlukan perjanjian tertulis yang rinci, misalnya perjanjian sewa-menyewa, jasa (mengandung untuk orang lain), penitipan dan sebagainya, juga perjanjian mengenai imbalan jasa, status anak dan sebagainya.[1]
C. Hukum Bayi Tabung
1. Landasan diharamkannya bayi tabung
Landasan diharamkannya bayi tabung sebagaimana tercantum dalam firman Allah SWT:
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPy#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû Îhy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur ÆÏiB ÏM»t7Íh©Ü9$# óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
Artinya : “Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.”(QS. Al-Isra: 70)
Firman Allah SWT:
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OÈqø)s? ÇÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .”(QS. At-Tin: 4)
Hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain)” (HR. Abu Daud, Thirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Kedua ayat dan Hadits di atas menerangkan bahwa bayi tabung dengan sperma donor itu haram. Karena pada hakikatnya dapat merendahkan harkan dan martabat manusia. Dalam hal itu manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selain itu, diharamkannya bayi tabung dengan sperma donor karena akan menimbulkan percampuradukkan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam. Oleh karena itu, proses bayi tabung hendaknya dilakukan dengan memperhatikan nilai moral Islami dan tetap harus menjunjung tinggi etika dan kaidah-kaidah syari’ah.
2. Landasan diperbolehkannya
Firman Allah SWT:
اِنَّ مَعَ العُشْرِ يُشْرَا
Artinya: “Setiap ada kesulitan, ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5).
Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Anas Ra bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para Nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada hari kiamat nanti.” (HR. Ahmad)
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berusaha dalam menggapai karunia Allah. Termasuk dalam kesulitan reproduksi manusia. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dan menggunakannya sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran-Nya.[2]
Kesulitan reproduksi tersebut dapat di atasi dengan upaya medis agar pembuahan antara sel sperma suami dengan sel telur istri dapat terjadi di luar tempatnya yang alami. Hal ini diperbolehkan dengan syarat jika upaya pengobatan untuk mengusahakan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan tidak berhasil. Dalam proses pembuahan di luar tempat yang alami tersebut, setelah sel sperma suami dapat sampai dan membuahi sel telur istri dalam suatu wadah yang mempunyai kondisi mirip dengan kondisi alami rahim, maka sel telur yang telah terbuahi diletakkan pada tempatnya yang alami (rahim istri). Dengan demikian, kehamilan alami diharapkan dapat terjadi dan selanjutnya akan dapat dilahirkan bayi secara normal. Proses seperti itu merupakan upaya manusia melalui medis untuk mengatasi kesulitannya dalam reproduksi dan hukumnya boleh menurut syara’. Sebab upaya tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam yaitu kelahiran dan perbanyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan sebagaimana hadits di atas.
Dengan demikian, hukum bagi tabung itu mubah (boleh) dengan syarat sperma dan sel telur suami-istri itu sendiri bukan dari donor.
Adapun pendapat para ahli mengenai bayi tabung adalah sebagai berikut:
a. Syekh Mahmud Syalthout (mantan rektor universitas Al-Azhar)
Menurut hukum syara’ apabila bayi tabung itu dengan air mani suaminya sendiri maka hal itu sudah sesuai dengan hukum dan dibenarkan oleh syara’ dan dipandang sebagai cara untuk menjalankan anak yang sah. Tetapi apabila bayi tabung itu berasal dari sperma lelaki lain yang tidak ada hubungan perkawinan, beliau mengatakan bahwa inseminasi tersebut dalam pandangan syari’at Islam adalah perbuatan munkar dan dosa besar perbuatan itu setara dengan zina dan akibatnyapun sama.
b. Zakaria Ahmad al Bari
Inseminasi buatan itu boleh menurut syara’, jika dilakukan dengan sperma suami yang demikian masih dibenarkan oleh hukum dan syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab. Tindakan tersebut diperbolehkan dan tidak menimbulkan noda atau dosa. Disamping itu tindakan demikian dapat dijadikan cara untuk mendapatkan anak yang sah menurut syara’ yang jelas ibu dan bapaknya.
c. Syekh Yusuf al Qordowi
Apabila inseminasi yang dilakukan itu bukan air mani suami, maka tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut adalah sesuatu kejahatan yang sangat buruk dan merupakan perbuatan yang lebih hebat dari pada pengangkatan anak.
d. Majelis pertimbagan dan syara’ (MPKS) Depkes
Permanian buatan dengan mani suami sendiri tidak dilarang, jadi kebanyakan ulama dapat menerima inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri, namun, ada juga yang menolak yaitu Syekh Mahroj Salama (Ulama Al-Azhar). Ulama yang satu ini berpendapat bahwa tidak boleh sama sekali dari suami sendiri maupun dari pihak isteri, karena agama telah meletakkan asas bagi suatu perkawinan untuk menjaga keturunan. Cara yang dilakukan seperti itu akan mengakibatkan terjadinya suatu penyimpangan.
3. Status bayi tabung
Inseminasi buatan bila dilihat dari asal sperma atau ovumnya dapat dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu:
a. Inseminasi buatan dengan sperma suami
b. Inseminasi buatan dengan sperma donor
c. Inseminasi buatan dengan model titipan[3]
SIMPULAN
Dari uraian tersebut dapat kami simpulkan bahwa: Hukum bayi tabung pada hakikatnya haram bila dengan sperma donor dan boleh bila dengan sperma suami sendiri karena merupakan upaya untuk mendapatkan keturunan dengan memanfaatkan teknologi yang selalu berkembang dan menjunjung tinggi etika dan kaidah-kaidah syari’ah.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat. Segala kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah kedepan. Sekian, terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufron Mukti, Ali dan Adi Heru Sutomo. 1993. Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia, Transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukum dan Agama Islam. Yogyakarta: Aditnya Media
[1] Ali Ghufran Mukti dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia, Transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukum dan Agama Islam, (Yogyakarta: Aditnya Media, 1993), h. 13-18.
[2] http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hokum-bayi-tabung.html
[3] http://asysyariah.com/syariahphp?menu=detil&id-online=469
EmoticonEmoticon