Showing posts with label Berkehidupan Berkarya. Show all posts
Showing posts with label Berkehidupan Berkarya. Show all posts

November 15, 2022

Sertifikasi Guru


PENDAHULUAN

Dalam suatu isntitusi pendidikan guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan ada pepatah menyatakan guru yang baik akan menghaslkan murid yang baik pula. Dari pepatah inilah seorang guru harus mempertajam keilmuannya guna menjadi guru yang baik ataupun pandai.
Dewasa ini profesionalisme yang melekat kepada seorang guru sangat ramai digembar-gemborkan dimana baik dari segi keilmuan, pembelajaran maupun kedisiplinan. Namun seorang guru tidak serta merta ataupun mudah untuk mendapatkan gelar profesionalisme tersebut sebab harus melalui berbagai tahapan tertentu guru tersebut bisa dikatakan professional, salah satunya ia harus tersertifikasi baik dari daerah maupun pusat sebagai guru guru profesional.
Adapun pada hakekatnya seorang guru mengejar gelar profesional ataupun sertifikasi adalah agar bertambahnya upah seorang guru/pengajar yang tidak lain adalah agar setaradengan guru PNS, tetapi tak apalah ketika seorang guru mengharap upah yang besar sebab ketika tidak seperti itu nantinya tidak ada yang mau menjadi guru dan tidak ada yang menjadi murid, hal ini akan menjadikan suatu negara menjadi terpuruk karena kebodohan para generasi penerusnya. Semoga para guru mendapatkan ridho dari Allah, berkat jasanya yang mulia. Amin . . . .

SERITIFIKASI GURU

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemuakakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Berdasarkan pengertian tersebut, sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelaayanan yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dalam hal ini sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberkan izin dan kewenangan untuk mengajar disamping itu pemberian sertifikat ini sebagai bukti pengakuan atas kompetensi guru atau calon guru yang memenuhi standar untuk melakukan pekerjaan prfesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[1]
Tujuan dilakukannya sertifikasi adalah :
1.      Melindungi profesi guru / pendidik dan tenaga kependidikan
2.      Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten.
3.      Membantu danmelindungi lembaga penyelenggara pendidikan dengan menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten.
4.      Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
5.      Memberi solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.[2]
Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut:
a.       Pengawasan Mutu
1)      Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
2)      Dapat mengarahkan para praktisi
3)      Pengembangan karir
4)      Untuk mencapai peningkatan profesonalisme
b.      Penjaminan Mutu
1)      Adanya proses pengembangan dan profesionalisme dan evalusi terhadap kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya.
2)      Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para pelanggan / pengguna yang ingin memperkerjakan orang dalam bidang keahlian dan ketrampilan tertentu.[3]
Melengkapi uraian di atas bahwa proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya perlu dibarengi dengan beberapa hal yaitu :
1.      Kesejahteraan guru
2.      Tunjangan fungsional
3.      System rekruitmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas ditempat yang diinginkannya.
4.      Pendidikan dan pembinaan tenaga guru
5.      Pembinaan melalui program dalam jabatan untuk membina karir guru mellaui pelaithan
6.      Pembinaan tenaga guru melalui akta mengajar bagi lulusan diploma dan sarjana non keguruan.
7.      Pengembangan karir guru terkait dengan profesionalisme guru.[4]
Dalam upaya menjamin mutu guru agar tetap memenuhi standar kompetensi diperlukan adanya suatu mekanisme yang memadai atau kerangka pelaksanaan system sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan S1 keguruan maupun lulusan S1 non keguruan dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Lulusan program sarjana kependidikan sudah mengalami pembentukan kompetensi mengajar (PKM)
  2. Lulusan program sarjana non kependidikan harus terlebih dahuu mengkuti proses pembentukan kompetensi mengajar pada perguuan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan (PPTK) secara terstruktur.
  3. Penyelenggara program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga LPTK yang terakreditasi
  4. Peserta uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus diberikan sertifikasi kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan untuk melakukan praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dna jenjang pendidikan tertentu.
  5. Peserta uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas interval kurun waktu tertentu ( 10 – 15 ) tahun sebagai bentuk kegiatan penjagaan dan pemutakhiran kembali.
Perlu diingat pula dalam rekruitmen dan penempatan guru perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
  1. Asal tempat dari calon guru
  2. Memperketat persyaratan calon guru yang diangkat dengan melihat hasil pendidikan dan seleksi
  3. Menetapkan batas waktu tugas untuk bias mengajukan mutasi atau pindah
  4. Memberikan insentif dan jaminan lain bagi calon guru yang ditempatkan di daerah terpencil.
  5. Memintakan
KESIMPULAN

Sertifikasi guru merupakan suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang tlah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, sekolah lulus ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Tujuan dari sertifikasi adalah :
1.      Melindungi profesi guru
2.      Melindungi masyarakat dari praktek-praktek yang tidak kompeten
3.      Membantu lembaga pendidikan
4.      Membangun citra masyarakat
5.      Memberikan solusi
Beberapa manfaat sertifikasi
  1. Pengawasan Mutu
  2. Penjaminan Mutu
Kerangka pelaksanaan stratifikasi :
a.       Lulusan kependidikan telah mengikuti pembentukan kompetensi mengajar
b.      Lulusan non kependidikan mengikuti program pengadaan tenaga kependidikan
c.       Penyelenggaraan program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga LPTK yang terakreditasi
d.      Peserta dinyatakan lulus dan diberikan sertifikasi kompetensi
e.       Peserta berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas interval waktu tertentu (10 – 15) tahun. 


[1] Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 33-34.
[2] Mungin Eddy Wibowo, Standarisasi Sertifikasi dan Lisensi Profesi Pendidik dan Tenaga Pendidik, (Surabaya, 2004), h.
[3] Op. Cit., h. 36.

November 14, 2022

Poligami, Nikah Mut'ah dan Nikah Sirri




I.          PENDAHULUAN
       Segala sesuatu di dunia ini diciptakan oleh Allah SWT berpasang-pasangan sebagaimana firmannya :
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbr㍩.xs? ÇÍÒÈ
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebasaran Allah” (Adz-Dzariyaat : 49)
 Al-Qur’an menjelaskan, bahwa manusia secara naluriah, di samping mempunyai keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat menyukai lawan jenisnya, untuk memberikan jalan keluar yang terbaik mengenai hubungan manusia yang berlainan jenis itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus dilalui, yaitu pernikahan.
Untuk mengetahui sejauh mana kebaikan hokum pernikahan dalam Islam, perlu dilihat bagaimaan sikap Islam terhadap poligami, karena masih saja ada anggapan bahwa hukum Islam, khususnya mengenai perkawinan, tidak dianggap adil sehubungan dengan sikap slam yang membolehkan kaum pria kawin dengan wanita lebih dari satu.
Dalam uraian berikut akan dicoba membahas masalah poligami, nikah mut’ah dan nikah sirri.
II.       POLIGAMI, NIKAH MUT’AH DAN NIKAH SIRRI
A.    POLIGAMI
Poligami merupakan tindakan seorang laki-laki untuk memperistri wanita lebih dari satu. Dalam agama Islam berpoligami memang tidak dilarang bahkan Islam sangat menganjurkan, namun dengan dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1.      Bahwa istri kedua, ketiga dan keempat adalah para janda yang memiliki anak yatim
2.      Harus terdapat rasa khawatir tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak yatim.
Adapun kedua syarat tersebut didasarkan atas struktur kaidah bahasa dalam firmannya : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat.” (An-Nisa’: 3).
Sesungguhnya perintah berpoligami berdasarkan ayat tersebut, akan data menguraikan berbagai kesulitan sosial yang dialami perempuan dalam hidup bermasyarakat, antara lain:
1.      Adanya seorang laki-laki disisi seorang janda akan mampu menjadi dan memeliharanya agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang keji.  
2.      Pelipatgandaan tempat perlindungan yang aman bagi anak-anak yatim dimana mereka tumbuh dan dididik didalamnya.
3.      Keberadaan sang ibu di sisi anak-anak mereka yang yatim senantiasa tetap bisa mendidik dan menjaga mereka agar tidak menjadi gelandangan dan terhindar dari kenakalan remaja.[1]

B.     ALASAN POLIGAMI
Karena pada prinsipnya suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri, maka Poligami diperbolehkan apabila dikehendaki ole pihak-pihak yang bersangkutan dan pengadilan telah memberi izin pasal 3 ayat 2 UU Pekawinan
Adapun alasan yang dipedomani oleh pengadilan untuk dapat memberi izin  poligami, titegaskan dalam pasal 4 ayat 2  UU Perkawinan  :
Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari satu apabila  :
a)      Istri tidak  dapat menjalankan kewajibannya sebagai Istri
b)      Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
c)      Istri tidak dapat melahirkan keturunan

C.    SYARAT POLIGAMI
Selain alasan-alasan diatas, untuk berpoligami seorang suami juga harus memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan  dalam ketentuan pasal 5 UU Perkawinan yaitu :
1)      Untuk dapat mengajukan permohonan  kepada pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (I) UUP, harus dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
a)      Adanya persetujuan dari Istri
b)      Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan- keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka
c)      Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri  da anak-anak mereka.
2)      Persetujuan yang maksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlakukan bagi suami apabila istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, tidak ada kabr dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan[2]
Dari situ juga pengadilan harus menerima kesediaan dari istri pertama baik tertulis maupun secara lisan dalam persidangan Pengadilan Agama dengan seperti itu segala persoalan yang dimungkinkan akan menjadi penghalang bagi terwujudnya tujuan perkawinan tersebut harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi.
ذَرْ أُالْمَفَاسِدِ مُقَدَّمُ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
menghindari kemadhorotan (kerusakan) harus didahulukan dari pada mengambil manfaat (kemaslahatan)”
                 Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 3
 ÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.




B. NIKAH MUT’AH Dan NIKAH SIRI
a. NIKAH MUT’AH
Nikah Mut’ah adalah nikah yang dilakukan antara laki-laki dan wanita dalam jangka waktu tertentu  (Ensiklopedi hukum Islam)
·         Jumhur ulama                                     : ِِِAkad alam jangka waktu tertentu
·         Al-jazir                                   : Nikah yang dikaitkan dengan pembatasan
  waktu tertentu
·         Madzab Maliki, Syafi.i          : Nikah yang dikaitkan dengan waktu tertentu
 dan pembatasannya waktu itu diucapkan pada saat nikah berlangsung.
·         Ulama Fiqh lain                      : Akad seorang laki-laki kepada wanita tertentu
  untuk hidup bersama dalam waktu tertentu
  pula
Menurut Madzab Syafi’i, Hambali dan maliki nikah Mut’ah disebut juga nikah Muaqqaf (nikah yang dibatasi waktunya)[3] istilah lain dari nikah Muqat’i (nikah yang terputus)
·         Hukum nikah Mut’ah
Menurut madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, serta Jumhur  Sahabat dan tabi’in  menyatakan bahwa nikah mut’ah dilarang untuk selama-lamanya
Sabda Rasulullah SAW yang artinya  :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW  telah mengharamkan mut’ah lalu beliau bersabda : Hai sekalian manusia. Aku telah membolehkan kalian melakukan nikah mut’ah. Ketahuilah sekarang Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat nanti “(HR. Ibnu Majah)
Kemudian perlu diketahui , bahwa dikalangan sahabat dan tabi’in seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud menganggap bahwa nikah mut’ah boleh dilakukan dengan alas an Firman Allah ;
$yJsù Läê÷ètGôJtGó$# ¾ÏmÎ/ £`åk÷]ÏB £`èdqè?$t«sù  Æèduqã_é& ZpŸÒƒÌsù 4 ÇËÍÈ
“Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban” ; ( An-Nisa : 24 )
Nikah Mut’ah  diperbolehkan sejauh dibutuhkan dan dalam situasi darurat atau terpaksa. Hal ini berarti tidak halal secara mutlak. Untuk menentukan darurat atau terpaksa tentu sangat sulit member batasannya, tidak sama untuk setiap individu.
6. Nikah Sirri
Istilah nikah sirri berawal dari ucapan Umar bin Khatatb, pada saat beliau diberitahu, bahwa telah terjadi pernikahan yang tidak dihadiri oleh saksi. Singkat cerita beliau mengharamkannya.[4]
Imam Abu Hanifah dan Syafi’I berpendapat bahwa  nikah sirri tidak boleh dan jika terjadi harus di fasakh (dibatalkan) oleh pengadilan agama.
عن  ابن عبا س  اَِِن البِيْي صلعم قا ل البفا يا ا للا تى ينكحن ا نفسهن بغيربينة (رواه الترمذى)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesunggunya Nabi Saw.,  bersabda : “ Pelacur  adalah wanita yang mengawinkan dirinya tanpa (ada ) bukti” ( HR. Tirmidzi).
Dilihat sepintas, pernikahan itu dipandang sah, bila memenuhi syarat dan rukunnya. Namun pernikahan juga harus tercatat pada kantor urusan agama. Apabila terjadi perselisihan, maka dapat diajukan ke Pengadilan Agama.
Dari sudut pandang fiqih, pernikahan itu dipandang sah, tetapi apabila terjadi perselisihan, tidak dapat diselesaikan melalui pengadilan agama. Dengan  demikian  madharatnya lebih besar dari pada manfaatnya.

III. Kesimpulan
Dalam berpoligami tentunya calon suami harus memperhatikan syarat-syarat untuk berpoligami seperti dapat berlaku adil, mengawini janda yang tujuannya untuk menolong nasib mereka bukan karena nafsu biologis semata.
Dari sudut pandang islam nikah mut’ah dan nikah sirri dilarang. Karena lebih besar mudharatnya daripada  manfaatnya. Disamping itu nikah mut’ah  jug adiharamkan  oleh para ulama-ulama  terdahulu kecuali aliran syi’ah.
Demikianlah makalah yang kami susun mudah-mudahan apa yang kami tulis dalam makalah ini mengandung manfaat yang besar khususnya bagi kami dan umumnya pada pembaca. Kami merasa banyak sekali kekurangan dalam membuat makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan sumbangsih kritik dan saran dari pembaca agar dalam perkembangan silanjutnya akan lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA


Hasan M. Ali. 2006. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam.Jakarta.
Siraja.

Rofiq Ahmad. 1998. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo

Shahrur Muhammad. 2004. Metodologi Fiqih Islam Kontemporer.Yogyakarta :
Elsaq Press.


[1] Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Komntemporer, (Yogyakarta: ELSAQ Press, 2004), h. 428-429
[2] Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. PT Raja Gratindo, Jakarta 1998 hal .173
[3] M.Ali hasan . Pedoman hidup berumah tangga dalam Islam Siraja, Jakarta, 2006 hal 287.
[4] Ibid. Hal. 296