November 15, 2022

INSPIRASI DAN APRESIASI ISLAM DALAM SENI DAN BUDAYA

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

Kebudayaan merupakan suatu proses dan meletakannya sebagai eksistensi hidup manusia. Kebudayaan merupakan suatu totalitas kegiatan manusia yang meliputi kegiatan akal, hati dan tubuh yang menyatu dalam suatu perbuatan.

Inspirasi dan spresiasi Islam dimaksudkan bagaimana nilai-nilai Islami dimaksudkan memberi ilham dan dalam budaya dan sastra lokal. Kebudayaan itu akan terus berkembang, tidak akan punah berhenti selama masih ada kehidupan manusia. Segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas dan kreatifitas manusia.

Seni adalah fitrah, kemampuan berseni merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain. Jika demikian Islam pasti mendukung kesenian manusia selama penampilannya lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Inspirasi dan Apresiasi Islam dalam Seni dan Budaya

Budaya dan kebudayaan dipahami sebagai tri potensi manusia, yakni berfikir, berkemauan dan berperasaan yang terjelma dalam kumpulan ilmu pengetahuan. Kaidah sosial dan kesenian dalam pengertian ini tergambar adanya proses yang menjadikan manusia individu dan masyarakat sebagai wadah pembentukan potensi yang dijelmakan dalam bentuk logika, etika dan estetika.

Sedangkan mengenai inspirasi dan apresiasi Islam dimaksudkan bagaimana nilai-nilai Islami memberi ilham dan semangat dalam budaya dan sastra lokal, sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabatnya berhadapan dengan budaya global di suatu kawasan tertentu. Misalnya budaya lokal pada setiap suku yang mayoritas penganut Islam di Indonesia.

Budaya dan Islam, keduanya dilihat sebagai dua konsep yang dapat saling mengisi. Manusia dengan tri potensinya itiu memerlukan inspirasi dan apresiasi untuk memberikan nafas keIslaman pada sistem logika, sistem etika dan sistem estetikanya. Dengan demikian dalam budaya dan sastra terdapat peluang sekaligus tantangan untuk menebar inspirasi Islamiyah. Bagaimana wujudnya?

Manusia sebagai makhluk sosial terikat dengan lingkungannya. Ikatannya adalah kebudayaan yang diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar dimungkinkan karena dalam kebudayaan terdapat sejumlah kaidah, aturan dan kategori, yang dapat diketahui melalui pengalaman dan pengamatan terhadap lingkungan sosial. Selanjutnya, pencocokan dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya, dan akhirnya interpretasi dengan kembali mengadakan sistematisasi dan kategorisasi.[1]

 

B.     Integrasi Nilai-nilai Islam dalam Kebudayaan

Nilai-nilai budaya dalam keyakinan umat Islam sumber utamanya adalah AL-Qur’an dan Sunnah. Al-Qur’an adlaah wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad sebagai petunjuk bagi manusia untuk kebahagiaan dunia akhirat. Sunnah juga merupakan wahyu, meskipun untuk meyakini kewahyuannya diperlukan proses pentarjihan kesahihan sanad maupun matannya.

Budaya dan nilai-nilai Islami dapat saling isi dan terintegrasi, karena kesamaan unsur esensial. Esensi budaya adalah pengetahuan, sedang sumber utama nilai-nilai Islam juga “pengetahuan” yang dapat mengendap dalam pola dan tata pikir yang berfungsi untuk merespon setiap stimulus dan lingkungan sosial melalui simbol-simbol bahasa.

Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan atau disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi-fungsi agama di sini semakin jelas ketika perkembangan dari dinamika kehidupan umat manusia mengalami keterbekuan karena keterbatasan dalam persoalan kehidpannya sendiri. Di sini sangat terasa akan perlunya bimbingan wahyu.[2]

Meskipun wahyu sumbernya dari Allah, namun untuk memahami dan mengamalkan petunjuk yang dikandungnya, manusia menggunakan simbol kebudayaan. Menurut bahasa yang dipahaminya di sini letak titik temu antara simbol wahyu yang transendental dan simbol budaya yang kategorikal.

Namun, bagi umat Islam karena sumber wahyu bersifat transendental maka diimani mutlak kebenarannya sedang sumber budaya adalah manusia sendiri yang ada dalam dinamikan perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu wahyu menjadi rujukan dalam pengembangan kebudayaan.

 

C.    Apresiasi Islam terhadap Kebudayaan

Sebagai hamba Allah dan sekaligus khalifah-Nya di dunia ini manusia terbagi dalam dua kelompok, sebagian mukmin dab sebagian kafir. Namun tidak analog bahwa umat Islam melahirkan budaya Islam. Sedang yang kafir melahirkan budaya kafir. Wahyu terintegrasi dalam kebudayaan sejak manusia menghuni bumi ini sampai kiamat.

Di sini kita dapat melihat dan kompleksitas budaya yang tumbuh dan berkembang terus, dari budaya mistis, kebudayan ontologis, sampai kebudayaan fungsional. Dewasa ini sementara umat, seperti kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan semisal telah punah dan binasa. Sebagian yang lain tetap terpelihara eksistensi budayanya dari masa pra sejarah, seperti Bani Israil dan sebagian lainnya baru muncul belakangan, misalnya umat Islam.

Umat Islam yang disebut sebagai khoyr ummah dari Rasulullah yang paling akhir, memang selalu dituntut untuk menjadikan nilai-nilai Islami kebudayaan yang dikembangkan secara fungsional kini. Budaya fungsional meletakkan perkembangan kebudayan pada harkat dan martabat dari dalam diri manusia sendiri, tidak berasal dari luar.

Inspirasi dan apresiasi nilai Islam ini dihadapakan pada arus perubahan sosial dan tantangan “budaya global” yang cukup berpengaruh. Arus perubahan yang paling menonjol antara lain:

1.      Perubahan dari era agraris yang tradisional ke ara indudtri modern. Meskipun di Barat perubahan ini dimulai abad ke 20, namun pengaruhnya di Indonesia dirasakan kemudian pada awal pemerintahan Orde Baru, yakni sekitar tahun 65-an.

2.      Setelah Perang Dunia II, terjadi pergeseran antara kekuatan kolektif,  nation-state, dan kekuatan individu, negara dikuasai konglomerasi. Pengaruh ini dirasakan di Indonesia pada masa akhir pemerintahan Orde Baru, tepatnya dekada 90-an.

3.      Menjelang abad 21 (melineum II) terjadi pergeseran dari ideologi negara dan ideologi individu ke arah ideologi global yang pada gilirannya membuat batas-batas negara menjadi semakin longgar dan memberi peluang terbentuknya “budaya global” pengaruh ini dirasakan di Indonesia sejalan dengan arus reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru sejak Mei 1998.

Apresiasi Islam terhadap keberagaman kebudayaan budaya lokal nampak bahwa dialektika antara agama dan budaya (pra Islam) terjadi di semua kawasan katika Islam harus diaktualisasikan dalam kebudayaan telah menampilkan wajahnya yang beragam, dan dalam keragaman kebudayaan Islam yang bersifat regional itu masih tersedia tempat bagi kebudayaan Islam lokal. Namun semua keanekagaman dalam alam semesta yang merupakan pencerminan dari Tuhan Yang Maha Esa dan keanekaragaman kebudayaan ini terimplistikan beberapa prinsip pengembangan kebudayaan Islam yaitu prinsip keterbuktian, toleransi dan kebebasan.[3]

 

D.    Kontekstualisasi Ajaran Islam tentang Seni

Dalam literatur Islam klasik pernah dipersoalkan seni rupa yang objeknya adalah makhluk bernyawa, manusia atau binatang. Terdapat kekhawatiran “menjadi penyebab kemusrikan”. Oleh karena itu, seniman penciptanya sangat dicela, begitu pula dengan dipersoalkan tentang seni suara, yang dipandang sebagai “lahw al-hadith yang diartikan dengan nyanyian yang tidak berguna. Namun persoalan ini dapat ditemukan jalan penyelesaiannya melalui analisis kontekstual, rasional dan estetika terhadap kedua objek seni tersebut.

Pada dasarnya seni rupa bertolak dari asumsi bawa manusia normal itu dapat memberi reaksi terhadap bentuk, permukaan, masa dan sebagainya dari hal-hal yang ia hadapi dalam suasana tertentu. Dengan didukung oleh pengalaman subjektif, suatu bentuk dapat memancing esensi, kesan dan pengalaman dalam perasaan. Hubungan-hubungan tersebut membangun citra tentang keindahan yang memberi rasa bahagia secara praktis seni rupa telah dimanfaatkan oleh hampir setiap bangsa sepanjang zaman untuk merekam informasi, atau keperluan lain sesuai kepentingan masing-masing.[4]

 

 

E.     Agama sebagai Sumber Kebudayaan

Kelebihan agama Islam dari agama-agama lain bahwa Islam memberikan dasar yang lengkap bagi kebudayaan. Agama Islam sesuai dengan fitrah manusi. Maka dari itu bahwa Islam memberi dasar yang cukup kepada manusia untuk hidup berkebudayaan.[5]

Ada beberapa pendirian mengenai nisbah antara agama dan kebudayaan:

1.      Pendapat pertama: agama adalah bagian dari kebudayaan, jadi kebudayaan mencakup agama.

2.      Pendapat kedua: kebudayaan adalah bagian dari pada agama, jadi agama mencakup kebudayaan.[6]

Islam merupakan sumber nilai yang memberi corak kebudayaan. Karena itu kebudayaan Islam bukan kebudayaan yang diciptakan oleh orang Islam atau masyarakat Islam. Tetapi bersumber dari ajaran Islam, meskipun ia muncul dari orang Islam atau masyarakat Islam. Artinya suatu kebudayaan yang muncul di luar masyarakat islam atau diciptakan oleh orang Islam luar. Tetapi apabila dilihat dari kaca mata Islam sesuai dengan pesan dan nilai-nilai Islam, maka ia dapat dikatakan sebagai kebudayaan Islam.[7]

Adapun karakteristik kebudayaan Islam adalah sebagai berikut:

a.       Rabbaniyah

Kebudayaan Islam bernuansa ketuhanan, kebudayaan yang bercampur dengan keimanan secara umum dan ketauhidan secara khusus.

b.      Akhaqiyah

Kebudayaan Islam tidak ada pemisah antara akhlak dengan ilmu, perbuatan, ekonomi, politik, peperangan serta dengan segi kehidupan lainnya.

c.       Insaniyah

Kebudayaan Islam menghormati manusia, memelihara fitrah, kemuliaan dan hak-haknya selain itu tegak atas asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan Tuhannya.

d.      ‘Alamiyah

Kebudayaan Islam bersifat terbuka untuk semua kelompok manusia dan tidak menutup diri. Berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan intelektualisasi dan kreatifitas manusia.

e.       Tasamuh

Islam tidak memaksa orang lain (non mulim) untuk masuk ke dalam lingkungan kebudayaan Islam.

f.       Tanawwu’

Kebudayaan Islam beraneka warna tidak hanya memuat maslah ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman yang beraneka ragam.

g.      Wasathiyah

Kebudayaan Islam mencerminkan sistem pertengahan antara berlebihan dan kekurangan, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban, kepentingan pribadi dan kepentingan bersama, serta antara dunia dan akhirat.

h.      Takamul

Kebudayaan Islam saling terpadu dan saling mendukung antara kebudayaan Islam lainnya.

i.        Bangga terhadap diri sendiri

Bangga terhadap sumber kebudayaan yang berketuhanan, kemanusiaan dan bernuansa akhlak. Sifat bangga ini menjadikan kebudayaan Islam enggan untuk dipengaruhi dengan yang lain yang menyebabkan hilangnya keistimewaan dan keorisinilannya (Yusuf Al-Qardhawy, 2001)

 

BAB III

PENUTUP

 

Kebudayaan dipandang sebagai tata nilai, seseorang individu dalam masyarakat atau masyarakat itu sendiri berbuat sesuatu. Karena sesuatu itu bernilai atau berguna bagi kehidupannya. Inspirasi dan apresiasi Islam dimaksudkan bagaimana nilai-nilai Islam memberi ilham dan semangat dalam budaya dan sastra lokal, sehingga dapat menganggat harkat dan martabatnya berhadapan dengan budaya global di suatu kawasan tertentu.

Koteks inpirasi dan presiasi  nilai Islam dalam budaya yang sementara bergelut menghadapi budaya global. Selama tidak terbajak dala, “lahw al-hafith”. Selama itu pula budaya lokal dapat diekspresikan pada setiap cabang seni dan budaya.

Agar dapat terapresiasi pada kebudayaan yang dikembangkan secara fungsional kini, budaya fungsional meletakkan perkembangan kebudayaan pada harkat dan martabat dari manusia sendiri, tidak berasal dari luar. Ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan yaitu meletakkan sebagai nafas dari kebudayaan sehingga terus-menerus meniupkan inspirasi nilai-nilai Islami itu pada setiap unsur kebudayaan pada tatanan bermasyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, Amin. 2003. Agama dan pluralitas Budaya Lokal. Surakarta.

Ashari, Endang Saifudin. 1986. Wawasan Islam Bandung: CV. Rajawali

Prasetyo ,Joko dkK. 1991. Solo: PT. Rineka Cipta

Yahya, Amri. 1995. Islam dan Pembinaan Seni Rupa. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.

http://www.herydhe.co.cc/2009/05sistemkebudayaanIslam.05.html

 



[1] Prof. Dr. HM. Amin Abdullah, Agama dan pluralitas Budaya Lokal (Surakarta, 2003), h. 188.

[2] http://www.herydhe.co.cc/2009/05sistemkebudayaanIslam.05.html

[3] Prof. H.M. Amin Abdullah, Op.Cit., h. 58-59.

[4] Amri Yahya, Islam dan Pembinaan Seni Rupa (Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan, 1995), h. 105-106.

[5] Drs. Joko Prasetyo, dkk, (Solo: PT. Rineka Cipta, 1991), h. 3-4.

[6] H. Endang Saifudin Ashari, Wawasan Islam (Bandung: CV. Rajawali, 1986), h. 103-109.

[7] http://www.herydhe.co.cc/2009/05/sistemkebudayaanIslam-05-html

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon