November 16, 2022

MANUSIA DAN PENDERITAAN

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

Penderitaan adalah sebuah kata yang sangat dijauhi dan paling tidak disenangi oleh siapapun. Berbicara tentang penderitaan ternyata penderitaan tersebut berasal dari dalam dan dar luar diri manusia. Biasa orang menyebut dengan faktor internal dan faktor eksternal.

Di dalam Al-Qur’an maupun dalam kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang dialami manusia itu berisi peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umumnya manusia itu kurang memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian Penderitaan

Penderitaan berasa dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta yaitu dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin atau lahir batin. Yang termasuk penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan, kekenyangan, kepanasan dan lain-lain.

Hampir semua karya besar dalam bidang seni dan filsafat lahir dari imajinasi penderitaan. Epos Ramayana dan Mahabharata merupakan salah satu contoh cerita yang penuh penderitaan.

Karya Shakespeare pun banyak mengungkapkan penderitaan batin yang dialami para pelakunya. Dalam drama Romeo dan Juliet, Shakespeare ingin mengkomunikasikan penderitaan batin dua remaja yang sedang dilanda cinta. Kedua orang tuanya saling bermusuhan, sehingga tak mungkin bagi mereka untuk melangsungkan cintanya sampai jenjang  perkawinan. Betapa terharu dan pilu hati pembaca atau penonton (film) menyaksikan ketragisan kedua remaja itu yang berakhir dengan kematian.

Di sini kita diharapkan pada pihak-pihak yang dicekam oleh harga diri yang palsu atau lebih tepat kesombongan orang tua. Karena sifat dan sikap yang congkak itu, anak mereka sangat dicintai menjadi korban.

Contoh lainnya adalah Bung Hatta, yang beberapa kali menjalani pembuangan di tengah Hutan Irian Jaya yang penuh belukar dan penyakit, namun Tuhan tetap melindunginya sehingga ia dapat menjadi pemimpin bangsanya.

Pada waktu kita membaca riwayat hidup para tokoh itu, kita dihadapkan pada jiwa besar, harga diri, berani karena benar, rasa tanggung jawab, semangat membaca, dan sebagainya. Semua itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Di sana tidak kita temui jiwa munafik, plin-plan, cengeng, dengki, iri, dan sebagainya.

 

B.     Siksaan

Apabila berbicara tentang siksaan, terbayang di benak kita sesuatu yang sangat mengerikan, bahkan mendirikan bulu kuduk kita. Di dalam benak kita, terbayang seseorang yang tinggi besar, kokoh kuat dan dengan muka yang seram  sedang memegang cemeti yang siap mencambukkah tubuh orang yang akan disiksa; atau ia memegang batangan besi yang dipanaskan ujugnya sampai merah dan siap ditempelkan pada tubuh orang yang akan disiksa; atau ia memegang tang dan siap mencopot kuku-kuku orang yang disiksa. Mungin juga si penyiksa sedang merokok dan bermaksud untuk menyulut sekujur tubuh orang yang sedang disiksa. Semua itu dengan maksud agar orang yang disiksa itu memenuhi permintaan penyiksa atau sebagai perbuatan balas dendam.

Siksaan semacam itu banyak terjadi dan banyak dibaca di berbagai media masa. Bahkan  kadang-kadang ditulis di halaman pertama dengan judul huruf besar, dan disertai gambar si korban.

Siksaan manusia juga menimbulkan kreativitas bagi orang yang pernah mengalami siksaan atau orang lain yang berjiwa seni yang menyaksikan langsung atau tak langsung. Halitu terbukti dengan banyaknya tulisan, baik berupa berita, cerpen, ataupun novel yang mengisahkan siksaan. Dengan membaca hasil seni yang berupa siksaan, kita akan dapat mengambil hikmmahnya. Karena kita dapat menilai arti manusia harga diri, kejujuran, kesabran, dan  ketakawaan, tetapi juga hati yang telah dikuasai nafsu setan, kesadisan, tidak mengenal perikemanusiaan, dan sebagainya.

Kita dapat menilai diri kita sendiri, di mana kita berdiri, di mana kita berpihak, dan sejauh mana ketakwaan kita.

 

C.    Kekalutan Mental

Penderitaan batindalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan metal. Secara lebih sederhana kekalutan mental dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan bertingkah secara kurang wajar.

 

1.      Gejala-gejala permulaan  bagi seseorang yang  mengalami kekalutan mental adalah:

a.       Nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung.

b.      Nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah.

2.      Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah:

a.       Gangguan kejiwaan nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rokhaninya.

b.      Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara menahan dirinya salah; pada orang yang tidak menderita gangguan kejiwaan bila menghadapi persoalan, justru lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Jadi bukan melarikan diri dan persoalan, tetapi melawan atau memecahkan persoalan.

c.       Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan.

3.      Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental, dapat banyak disebutkan antara lain sebagai berikut:

a.       Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempurna; hal-hal tersebut sering menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri yang secara berangsur-angsur akan menyudutkan kedudukannya dan menghancurkan mentalnya.

b.      Terjadinya konflik sosial budaya akibat norma berbeda antara yang bersangkutan dengan apa yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi; misalnya orang pedesaan yang berat menyesuaikan diri dengan kehidupan kota, orang tua yang telah mapan sulit menerima keadaan baru yang jauh berbeda dan masa jayanya dulu.

c.       Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan realesi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial; over acting sebagai overcompensatie.

4.      Proses proses kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorongnya ke arah

a.       Positif: trauma (luka jiwa) yang dialami dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap survive dalam hidup, misalnya melakukan shalat tahajud waktu malam hari untuk memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengetasi kesulitan yang dihadapinya, ataupun melakukan kegiatan yang positif setelah kejatuhan dalam kehidupan.

b.      Negatif: trauma dialami diperlannkan atau diperturutkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan. Bentuk frustasi antara lain:

1)      Agresi berupa kemarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tidak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadinya hypertensi (tekanan darah tinggi) atau tindakan sadis yang dapat membahayakan orang sekitarnya.

2)      Regresi adalah kembali pada pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan (infantil), mislanya dengen menjerit-jerit, menangis sampai meraung-raung, memecah barang-barang.

3)      Fiksasi adalah peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap), misalnya dengen membisu, memukul-mukul dadasendiri, membentur-benturkan kepala pada benda keras.

4)      Proyeksi merupakan usaha melemparkan atau memproyeksi kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain, kata pepatah: awak yang tidak padai menari, dikatakan lantai yang terjungkit.

5)      Identifikasi adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya, misalnya dalam kecantikan yang bersangkutan menyamakan diri dengan bintang film, dalam soal harta kekayaan dengan pengusaha kaya yang sukses.

6)      Narsisme adalah self love yang berlebihan, sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior daripada orang lain.

7)      Autisme adalah gejala menutup diri secara total dari dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, ia puas dengen fantasinya sendiri yang dapat menjurus ke sifat yang sinting

 

D.    Penderitaan dan Perjuangan

Setiap manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat ataupun ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia mnusia yang bersifat kodrati. Karena itu terserah kepada manusia itu sendiri untuk berusaha mengurangi penderitaan itu semaksimal mungkin, bahkan menghindari atau menghilangkan sama sekali. Manusia adalah makhluk berbudaya, dengan budayanya itu ia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam atau dialaminya. Hal ini membuat manusia itu kreatif, baik bagi penderita sendiri maupun bagi orang lain yang melihat atau mengamati penderitaan.

Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis, yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan. Manusia harus optimis, ia harus berusaha mengatasi kesulitan hidp. Allah telah berfirman dalam surat Arra’du ayat 11, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang kecuali orang itu sendiri yang berusaha merubahnya.

 

E.     Penderitaan, Media Massa dan Seniman

Dalam kehidupan sekarang banyak terjadi penderitaan karena teknologi semakin hari semakin maju dan membuat manusia menderita. Media massa merupakan alat yang tepat untuk mengkomunikasikan peristiwa penderitaan manusia secara cepat pada masyarakat. Tetapi pada seniman langsung bisa menghayati pada penderitaan yang terjadi.

 

F.     Penderitaan dan Sebab-sebabnya

Penderitaan, memang tidak hanya terjadi lantaran perang ataupu tingkah manusia agresif lainnya. Banyak hal sebenarnya yang bisa menjadi penyebab penderitaan manusia, yaitu bencana alam, musibah atau kecelakaan, penindasan, perbudakan, kemiskinan, dan lain sebagainya. Namun demikian tidak jarang justru penderitaan datang diseabkan oleh unsur manusia itu sendiri. Banyak bukti menunjukkan bahwa faktor-faktor yang telah disebut di atas mampu menjadi penyebab timbulnya penderitaan lewat sentuhan tangan-tangan manusia. Siapa yang menyulut perang? Mengapa ada bencana alam? Dan kenapa banyak kecelakaan terjadi? Semuanya bisa kita kembalikan kepada ulah manusia itu sendiri. Apalagi kalau kita berbicara tentang penindasan, kemiskinan, ataupun perbudakan. Jelas, semuanya melibatkan unsur manusia itu sendiri.


 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan:

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.      Penderitaan berasal dari kata derita, kata derita berasal dari bahasa sansekerta yaitu dhra  yang artinya menanggung/merasakan sesuatu.

2.      Penderitaan itu intinya berasal dari manusia itu sendiri

3.      Penderita mempunyai suatu hubungan dengan perjuangan, media masa, seniman dan lain sebagainya

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Widagdho, Djoko. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2004.

Hidayati, Nur dan Mawardi. IAD-ISD-IBD. Bandung: Pustaka Setia. 2002.

Wikipedia. Kekalutan Mental. www.geogle.com. (19 November 2010)

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon