Showing posts with label Psikologi Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Psikologi Pendidikan. Show all posts

November 14, 2022

Cara Mengajar yang Efektif


PENDAHULUAN

            Menjadi seorang guru merupakan suatu pekerjaan yang mulia. Terutama guru yang mengajari anak didiknya dengan setulus hati dari anak tersebut belum mengerti dan tidak tahu sama sekali tentang membaca dan menulis sampai ia dapat menuntut ilmu dengan sendirinya. Maka tidak heran  pepatah mengatakan “ guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”.
            Tetapi apakah tugas guru hanya sampai disitu saja ? Tentu tidak, tugas seorang guru tidak hanya mengajari dan mendidik peserta didiknya. Guru merupakan faktor terpenting dalam kegiatan belajar mengajar diikuti dengan peserta didik dan materi yang akan diajarkan. Untuk menjadi seorang guru profesional, guru dituntut agar mampu berkomunikasi, baik dikelas atau diluar kelas dan juga  berkomunikasi dengan peserta didiknya. Lalu bagaimana hubungan guru dan murid agar tercipta suatu  proses pembelajaran yang efektif ? Tercapainya suatu proses belajar mengajar tergantung bagaimana seorang guru mengembangkan bahan ajar serta perangkat lainnya. Guna terciptanya suau pembelajaran yang efektif yang akan kami bahas dalam makalah kami mengenai “Cara Mengajar Yang Efektif” terdiri dari beberapa sub pembahasan.

PEMBAHASAN

A.    Mengajar
Mengajar adalah perilaku yang Universal, artinya semua orang dapat melakukannya. Orang tua mengajar anaknya, pemimpin mengajar bawahannya pelati mengajar anak asuhnya, suami mengajar istrinya (sebaliknya). Dan sudah barang tentu guru mengajar muridnya.[1] Harus disadari bahwa mengajar dan belajar mempunyai fungsi yang berbeda, proses yang tidak sama dan terpisah. Perbedaan antara mengajar dan belajar bukan hanya disebabkan karena mengajar dilakukan oleh seorang guru sedangkan proses belajar berlangsung didalamnya. Bila proses belajar mengajar secara efektif, itu berarti telah terbina suatu hubungan yang unik antara guru dan murid, proses itu sendiri adalah mata rantai yang menghubungkan antara guru dan murid.[2]
Hubungan guru murid dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki  sifat-sifat:[3]
1.      Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.
2.      Tinggal bilamana seorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain
3.      Saling ketergantungan, antara satu dengan yang lain.
4.      Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan kunikannya, kreativitasnya dan kepribadiannya.
5.      Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.

B.     Aspek-aspek Psikologi dari Mengajar
Sebagai seorang pengajar guru harus mempunyai: [4]
a.       Mengarahkan dan membimbing belajar
b.      Menimbulkan motivasi pada murid-murid untuk belajar
c.       Membantu murid-murid dalam mengembangkan sikap yang baik dan diinginkan
d.      Memperbaiki teknik mengajar, dan
e.       Mengenalkan dan mengusahakan terbentuknya pribadi yang kuat serta berguna dalam rangka usaha untuk memperoleh sukses mengajar.

Secara pendek kelima aspek-aspek psikologi mengajar itu ialah[5] :
-          Aspek Tujuan
Tujuan sebagai aspek pekerjaan mengajar akan menjadi efektif sejauh mana guru berusaha belajar dapat menemukan perubahan-perubahan yang progresif di lingkungannya.
-          Aspek Motivasi
Adanya kaidah pokok dalam pendidikan yang menganggap demikian penting kedudukan minat dan kegembiraan adalah asas belajar yang efektif untuk setiap tingkatan umur atau kelas.
-          Aspek Perkembangan Sikap
Pengalaman-pengalaman emosional murid yang dihasilkan sebagai produk situasi belajar dan mengajar adalah merupakan refleksi pengaruh guru sebagai seorang pribadi.
-          Aspek Teknik
Dengan bertambahnya pengetahuan tentang kedewasaan dan belajar, perhatian yang lebih besar harus diberikan pada fase-fase perkembangan anak dimana ia harus menerapkan dalam bentuk yang formal dalam kegiatannya dengan bahan-bahan pelajaran yang berbeda-beda
-          Aspek Pribadi
Mengajar yang sukses didasarkan atas komponen-komponen yang berikut: Intelegensi,  ketajaman pikiran dalam observasi dan kompetensi sosial.
   Individu yang mempunyai Intelegensi lebih dari rata-rata, yang cepat dan cermat dalam observasi. Serta memiliki minat yang murni terhadap manusia adalah yang paling mungkin untuk sukses dalam  mempergunakan prinsip-prinsip psikologis sesuai dengan fungsinya di dalam kelas. Guru yang tajam pengamatannya akan sensitif sekali terhadap sambutan dari murid-muridnya.

C.    Dasar-dasar Mengajar  yang Efektif 
Agar supaya menjamin yang efektif, perhatian diberikan kepada para guru hendaknya[6]:
1.      Menguasai mata pelajaran yang hendak diajarkan
2.      Sehat jasmani dan rohani
3.      Memiliki sifat-sifat kepribadian dan emosi yang tetap
4.      Mengerti tentang hakekat manusia dan perkembangan.
5.      Mempunyai pengetahuan dan kesanggupan untuk  mempergunakan prinsp-prinsip belajar.
6.      Sensitif dan menghargai kebudayaan, agama dan perbedaan-perbedaan kebangsaan
7.      berminat untuk meneruskan perbaikan-perbaikan jabatannya dan berusaha memperkaya  kebudayaan bangsanya
Tidak satupun era kompetensi yang tersebut di atas masing-masing dapat dipandang sebagai satu hal yang berdiri sendiri atau dianggap sebagai faktor satu-satunya dalam mencapai kesuksesan. Mengajar seperti halnya belajar adalah satu proses yang terintegrasi, dimana fungsi dari satu fase atau bagian mempengaruhi fungsi yang lainnya.
Dalam buku (Slaven : 2006) membahas mengenai beberapa teori dalam mengajar:
1.         Mengetahui materi pokok
2.         Mengetahui perkembangan manusia dan proses pembelajarannya
3.         Memberikan  pengajaran yang sesuai dengan apa yang diperlukan peserta didik.
4.         Mampu mengembangkan strategi pengajaran
5.         Mampu memberikan motivasi dan mengelola kelas
6.         Mempunyai keahlian dalam berkomunikasi
7.         Mempunyai keahlian dalam merencanakan pengajaran
8.         Mampu menilai proses pembelajaran peseta didik.
9.         Berkomitmen pada profesinya dan bertanggung jawab
       Guru mampu menjadi partner dalam membantu perkembangan hubungan dengan kolega sekolah, baik anatara sekolah yang lain, orang tua dan perwakilan dalam komunitas yang besar untuk mendukung keberhasilan proses belajar mengajar.

D.    Cara Mengajar Yang Efektif
Karena mengajar adalah hal yang kompleks dan arena murid-murid itu bervariasi, maka tidak ada cara tunggal untuk mengejar yang efektif untuk semua hal. Guru harus menguasai beragam perspektif dan strategi, dan harus bisa mengaplikasikannya secara fleksibel. Hal ini  membutuhkan dua hal yang utama : 1) pengetahuan dan keahlian professional dan 2)  Komitmen dan motivasi.[7]

Pengetahuan dan keahlian profesional
Guru yang menguasai materi pelajaran dan keahlian atau keterampilan mengajar yang baik. Guru yang efektif memiliki strategi pengajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas mereka tahu bagaimana cara memotivasi, berkomunikasi, dan hubungan secara efektif dengan murid-murid dari beragam latar belakang kultural. Mereka juga memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna didalam kelas.[8]
Diantara kriteria-kriteria guru yang efektif ia memiliki :
a.       Penguasaan meteri pelajaran
b.      Strategi pengajaran
c.       Penetapan tujuan dan keahlian perencanaan instruksional
d.      Kahlian manajemen kelas
e.       Keahlian motivasional
f.       Keahlian komunikasi
g.      Bekerja secara efektif dengan murid dari latar belakang kultural yang berlainan
h.      Keahlian Teknologi

Komitmen dan motivasi
Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian kepada murid.[9] Guru yang efektif juga punya kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka dan tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi mereka.[10]


PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar dapat dikatakan efektif apabila didalamnya terbina hubungan yang baik antara guru dan murid. Adapun cara mengajar dapat di katakan efektif apabila seorang pengajar memenuhi :
-          Aspek-aspek psikologi dari mengajar
-          Dasar-dasar mengajar yang efktif (kriteria-kriteria guru yang efektif)


DAFTAR PUSTAKA
Gordon, Tomas. 1990. Guru yang Efektif. cet. 3. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.  

D. Crow, Lester, PH.D dan Alice Crow, PH.D. 1984.  Psikologi Pendidikan. Cet. Pertama. Bandung: PT. Bina Ilmu.

W. Santrock, John. 2008. Psikologi Pendidikan. Edisi kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 



[1]Tomas Gordon, Guru yang Efektif, cet. 3, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada, 1990), h. 1
[2] Ibid, h. 3
[3] Ibid, h. 26
[4] Lester D. Crow, PH.D dan Alice Crow, PH.D,  Psikologi Pendidikan. (Bandung: PT. Bina Ilmu, 1984), Cet. Pertama, h. 32
[5] Ibid., h. 32-36
[6] Ibid., h. 37
[7] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), Edisi kedua, h. 7
[8] Ibid., h.8
[9] Ibid., h. 12
[10] Ibid., h.

Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Manusia


A.    Hereditas dan Lingkungan
1.      Mekanisme Hereditet
Dari pendidikan yang dilakukan dan para ahli biologi dapat diketahui bahwa individu baru akan terjadi bila terdapat perpaduan antara sperma dan ovum. Baik sperma maupun ovum mempengaruhi sifat-sifat individu itu. Selanjutnya, terutama pengaruh-pengaruh nampak jelas ada sifat-sifat jasmani individu itu.
Dalam penyelidikan tersebut ditemukan apa yang dinamakan kromosom yang berwujud benang-benang plasma yang berpasangan. Pada manusia setengah dari jumlah kromosom itu berasal dari pihak ayah dan setengah lagi dari pihak ibu.
Menurut penelitian morgan bahwa setiap kromosom mengandung unsur-unsur yang dinamakan gene dan gene inilah yang merupakan pembawa hereditas.
2.      Hukum Hereditet
a.       Hukum Reproduksi
Hukum ini mengatakan bahwa hereditas berlangsung dengan perantara sel benih, berarti tidak melalui sel somatis (sel tumbuh). Hukum ini memberi penjelasan bahwa sifat-sifat yang diperoleh orang itu, karena pengalaman-pengalaman hidup tak dapat diturunkan melalui proses-proses biologis kepada anak.
b.      Hukum Konfirmetet
Hukum ini mengatakan bahwa setiap jenis species menurunkan jenis spesiesnya sendiri atau setiap golongan makhluk akan menurunkan golongan makhluk itu sendiri. Manusia tidak akan melahirkan makhluk lain yang bukan manusia.
c.       Hukum Variasi
Hukum ini mengatakan bahwa individu-individu dalam satu species, di samping adanya ciri-ciri dan sifat-sifat yang menunjukkan persamaan, disamping itu terdapat juga variasi-variasi sifat dan ciri-ciri dimana hal itu menyebabkan adanya perbedaan individu yang satu dengan yang lain.
d.      Hukum Regresi Fisial
Hukumini mengatakan bahwa sifat-sifat dan ciri-ciri manusia menunjukkan kecenderungan kearah rata-rata. Jadi anak yang berasal dari orangtua sangat cerdas akan ada kecenderungan untuk menjadi lebih cerdas dari pada orang tuanya.[1]
3.      Pengaruh hereditet dan Lingkungan terhadap Perkembangan Manusia
Hereditet adalah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi ke generasi lain dengan perantara plasma benih. Pada umumnya ini berarti bahwa strukturlah dan bukan bentuk-bentuk tingkah laku yang diturunkan.[2]
Tidak ada orang hidup semata-mata terpengaruh oleh hereditet atau lingkungan semata. Tidak mungkin jiwa manusia berkembang bila tidak ada kemampuan berkembang, maka untuk bisa berkembang harus ada potensi untuk berkembang walaupun tidak memberi kemungkinan berkembang, maka potensi itu tidak ada kenyataannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa manusia hidup tumbuh dan berkembang karean pengaruh hereditet dan lingkungan.
Herditet atau bawaan merupakan segala ciri, sifat, potensi dan kemampuan yang dimiliki individu karena kelahirannya. Ciri, sifat dan kemampuan-kemampuan tersebut dibawa individu dari kelahirannya dan diterima  sebagai keturunan dari kedua orang tuanya.[3]
Individu memulai kehidupannya sejak masa konspesi, dan disitulah berlangsungnya proses penutunan sifat masa antara pembuahan dan pembelahaan sel merupakan saat berlangsungnya perpaduan dan penurunan sifat-sifat.
Ada dua kategori ciri atau sifat yang dimiliki oleh individu yaitu diri-ciri dan sifat-sifat yang menetap (permanent state) dan ciri atau sifat-sifat yang dapat berubah (temporary state). Permanent state seperti kecerdasan atau intelegensi dan bakat sedangkan temporary state merupakan yang bisa berubah seperti besar badan, sikap tubuh, kebiasaan, minat, ketekunan dan lain-lan.
Sifat kecakapan-kecakapan individu sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu.[4] Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu seperti lingkungan ekonomi, lingkungan politik, lingkungan keamanan dan lain sebagainya sehingga manusia mengambil pembelajaran dan pengalaman darinya sehingga perkembangan dan perilaku akan sesuai dengan lingkungan keberadaannya.

B.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi mansuia tidak sama. Dalam hal ini, ada tiga aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia.
1.      Aliran Nativisme
Tokoh aliran ini bernama Arthur Schopenhauer 91788 – 1860) seorang filosof dari Jerman. Aliran Nativisme konon dijuluki sebagai aliran pesimistis karena berkeyakinan bahwa manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”. Seorang ahli yang bernama Noam A. Chomsky (ahli linguistik) beranggapan bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga oleh adanya “biological predisposition” (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir. Namun demikian, Chomsky tidak mematikan sama sekali peranan belajar dan pengalaman berbahasa, juga lingkungan tetapi pembawaan bertata bahasa jauh lebih besar bagi perkembangan manusia.
2.      Aliran Empirisme
Tokoh utama aliran ini adalah John Locke (1632 – 1704) nama asli aliran ini adalah  “The School of British Empirisem” (aliran empirisme Inggris). Namun aliranini lebih bepengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingag melahirkan aliran filsafat yang bernama “Anvironmendalisme” (aliran lingungan) dan aliran psikologi yang bernama “environmental psycology” (Psikologi lingkungan yang relatif masih baru.
Doktri aliran empirisme yang amat masyhur adalah “tabularasa” sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tabel). Doktrin tabuh rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu  semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabuka rasa, hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman / lingkungan yang mendidiknya.
3.      Aliran Konvergensi
Aliran ini merupakan gabungan antara aliran nativisme dengan aliran empirisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utam aliran ini bernama Louis William Stern (1871 – 1938), seorang filosof psikolog Jerman.
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman kedua faktor yang sama pentingnya itu, faktor pembawaan tidak berarti apa-apa jika tanpa pengalaman. Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan tak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dnegan harapan.[5]
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku individu, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan segala sifat dan kecakapan yang dimiliki individu dalam perkembangannya, yang diperoleh dari hasil keturunan atau karena interaksi keturunan dengan lingkungan sedangkan faktor eksternal merupakan segala hal yang diterima individu dari lingkungannya.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku individu :
a.       Faktor keturunan
Keturunan, pembawaan, atau heredity merupakan segalaa ciri, sifat, potensi dna kemampuan yang dimiliki individu yang dibawa kedua orang tuanya.
Individu memulai kehidupannya sejak masa konsepsi, yaitu masa terjadi pertemuan antara kedua sel tersebut, berlangsunglah proses penurunan sifat. Hal-hal yang diturunkan pada masa konsepsi barulah berupa potensi-potensi, bakal-bakal sesuatu atau sesuatu yang masih perlu dikembangkan. Pengembangan dari potensi atau bakal-bakal tersebut tidak bisa berlangsung dalam ruang lamma, tetapi selalu terjadi dalam sesuatu ruang atau lingkungan.
Ada dua kategori sifat yang dimiliki individu yaitu sifat yang menetap (permanent state) dan sifat yang bisa berubah (temporary state). Sifat-sifat yang menetap itulah yang dipandang sebagai pembawaan atau keturunan, seperti warna kulit, rambut, bentuk hidung, mata telinga, dan lain-lain. Sedangkan sifat yang bisa berubah seperti penakut, pemberani, periang dan lain-lain masih diragukan sebagai faktor pembawaan, karena kemungkinan besar masih bisa diubah oleh faktor lingkungan.
b.      Faktor lingkungan
Lingkungan alam dan geografis dimana individu bertempat tinggal mempengaruhi perkembangan dna perilaku individu. Perilaku yang diperlihatkan oleh individu bukan sesuatu yang dilakukan sendiri tetapi selalu dalam interaksinya dengan lingkungan. Demikian juga dengan sifat dan kecakapan-kecakapan yang dimiliki individu sebagian besar diperoleh melalui hubungannya dengan lingkungan.
Perkembangan dan perilaku individu juga dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, yaitu lingkungan yang berkenaan dengan cara-cara manusia mengatur dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, lingkungan budaya juga berpengaruh. Lingkungan budaya merupakan lingkungan yang berkenaan dengansegala hasil kreasi manusia, baik hasil kreasi yang konkrit maupun abstrak, berupa benda, ilmu pengetahuan, teknologi ataupun aturan-aturan, lembaga-lembaga serta adat istiadat dan lain-lain.
Lingkungan lain yang tak kalah penting adalah lingkungan politik dan keamanan. Lingkungan politik berkenaan dengan bagaimana cara manusia membagi dan mengatur kekuasaan atas manusia yang lainnya. Lingkungan keamanan berkenaan dengan situasi ketentraman dan keterlindungan manusia dari ancaman dan gangguan-gangguan, baik dari sesama manusia, binatang maupun alam.
4.      Interaksi antara Pembawaan, Lingkungan dan Kematangan
Pengaruh faktor pembawaan dan lingkungan terhadap perkembangan dan perilaku individu besarnya relatif, tergantung pada aspek-aspek tertentu. Peranan kedua faktor tersebut tetap ada, hanya saja pada suatu aspek tertentu. Perkembangan suatu aspek merupakan hasil interaksi kedua faktor tersebut.
Disamping faktor pembawaan dan lingkungan, ada satu faktor penting lainnya yang ikut perpengaruh meskipun seorang anak memiliki pembawaan yang hebat dan dibesarkan dalam lingkungan yang serba lengkap dan baik, tetapi apabila suatu aspek belum matang atau belum siap untuk berkembang, maka tidak akan terjadi perkembangan.[6]

       KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia berasal dari pertama, faktor bawaan (hereditet), merupakan proses penurunan sifat atau ciri dari satu generasi ke generasi lainnya, dan terjadi pada masa konsepsi atau bertemunya sel sperma dengan sel telur yang disebit sel benih. Kedua, lingkungan. Keadaan lingkungan atau geografis dapat mempengaruhi perkembangan manusia, karena perilaku manusia bukan sesuatu yang dilakukan sendiri melainkan denagn berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga sifat atau kecakapan yang dimiliki, diperoleh melalui hubungan dengan lingkungan. Ketiga, interaksi antara pembawaan, lingkungan, dan kematangan. Faktor ini merupakan perkembangan dari kedua faktor di atas karena menganggap bahwa kedua faktor di atas (hereditet dan lingkungan) tidak dapat mempengaruhi manusia tanpa ada kematangan pada aspek-aspek lainnya.
Kami merasa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan subangsih kritik dan saran agar nanti dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA


H.C Witherington. 1991.  Psikologi Pendidikan, Terjemahan M. Bukhori.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Makmun Abin Syamsuddin. 2005. Psikologi pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sukamdinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya.

Wahid abdul dan Mustakim. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.




[1] Drs. Mustakim, Drs. Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), h. 12-13, 18-20
[2] H.C Witherington, Psikologi Pendidikan, Terjemhan M. Bukhori, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), h. 203
[3] Nana Syaodih Sukamdinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 44
[4] Ibid., h. 47
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 43-46
[6] Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 44-51

Intelegensi



I.       Pengertian Intelegensi / Kecerdasan
Intelegensi atau kecerdasan adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah.[1]
Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia, dan sejak itulah potensi intelegensi ini mulai berfungsi mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan inidividu, dan mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungan.
Namun, membicarakan tentang definisi intelegensi bahwa intelegensi merupakan kemampuan lain yang berpendapat bahwa :
a.       Charles Sperman (1863 – 1945), berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang tunggal.[2]
b.      L.L. Thorstone (1887 – 1955), dia menyatakan dengan tegas bahwa intelegensi umum terbagi atas tujuh kemampuan, diantaranya :
-    Untuk menjauhi, mengurangi, mengakhiri dan membagi
-    Menulis dan berbicara dengan mudah
-    Memahami danmengerti makna kata yang ditetapkan
-    Memperoleh kesan akans esuatu
-    Mampu memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran dari pengalaman lampau
-    Dengan tepat dapat melihat danmengerti hubungan benda dalam ruang
-    Mengenali objek dengan tepat dan cepat
  1. William Stern, berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan.
  2. V. Heas, intelegensi ialah sifat kecerdasan jiwa.
  3. Prof. Kahnstermin, berpendapat bahwa intelegensi itu dapat dikembangkan dengan menemukan syarat-syarat di bawah ini :
-    Bahwa pengembangan itu hanya sampai batas kemampuan saja
-    Terbatas juga pada mutu intelegensi
-    Perkembangan intelegensi, bergantung pula pada cara berfikir yang metodis.
  1. Prof. Waterink, menurut penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih.[3]
Dari batasan yang dikemukakan di atas, dapat kita ketahui bahwa :
a.       Intelegensi itu ialah faktor total
b.      Intelegensi hanya dapat diketahui melalu tingkah laku yang tampak
c.       Bagi suatu perbuatan intelegensi bukan hanya kemampuan-kemampuan yang dibawa sejak lahir saja yang penting faktor-faktor lingkungan  dan pendidikan memegang peranan
d.      Bahwa manusia itu dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara tertentu untuk mewujudkan tujuan itu.[4]
II.    Macam-Macam Intelegensi / Kecerdasan
Dalam Al Qur’an surat as-Sajdah ayat 9, bahwa manusia terlahir dengan dibekali kecerdasan.
¢OèO çm1§qy yxÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ¾ÏmÏmr ( Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur 4 WxÎ=s% $¨B šcrãà6ô±n@ ÇÒÈ  
Artinya :
“Kemudian Dia memberinya bentuk (dengan perbandingan ukuran yang baik) dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”(QS. As-Sajdah (32) : 9)[5]
Ayat di atas memberikan syarat bahwa manusia terlahir dengan dibekali kecerdasan yang terdiri dari lima bagian utama kecerdasan yaitu :
a.       Kecerdasan rohaniah (Spiritual intellegence), yaitu kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya, baik buruk dan rasa moral dalam caranya menempatkan diri dalam pergaulan.
b.      Kecerdasan intelektual (IQ), yaitu kemampuan seseorang dalam memainkan potensi logika, kemampuan berhitung, menganalisa dan matematik.
c.       Kecerdasan Emosional (EQ), ayitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri (sabar).
d.      Kecerdasan sosial , yaitu kemampuan seseorang dalam emnjalin hubungan dengan orang lain baikk individu maupun kelompok.
e.       kecerdasan fisik, yaitu kemampuan seseorang dalam mengkoordinasikan dan memainkan.[6] Isyarat tubuh.[7]
Menurut gunanya, intelegensi terbagi menjadi dua macam, yaitu : intelegensi praktis dan intelegensi teoritis.
Menurut kekuatannya, kecerdasan ada dua macam, yaitu : kecerdasan kreatif dan kecerdasan eksekutif.[8]

III. Ciri-Ciri Perbuatan Intelegensi / Kecerdasan
Carl Witherington, mengemukakan enam ciri dari perbuatan yang cerdas, yaitu :
1.      Memiliki kemampuan yang cepat dalam bekerja dengan bilangan (facility in the use of numbers)
2.      Efisien dalam berbahasa (language efficiency)
3.      Kemampuan mengamati dan menarik kesimpulan dari hasil pengamatan yang cukup cepat (speed of perception)
4.      Kemampuan mengingat yang cukup cepat dan tahan lama (facility in memorizing)
5.      Cepat dalam memahami hubngan (facility in relationship)
6.      memiliki daya khayal atau imajinasi yang tinggi (imagination).[9]
Dari beberapa definisi dan ciri-ciri perilaku cerdas di atas, dapatlah disimpulkan adanya beberapa perilaku individu yang memiliki kecerdasan tinggi, diantaranya, sebagai berikut:
  1. Terarah kepada tujuan (purposeful behavior)
  2. Tingkah laku terkoordinasi (organizied  behavior)
  3. Memiliki daya adaptasi yang tinggi (adaptable behavior)
  4. Berorientasi kepada sukses (success oriented behavior)
  5. Mempunyai motivasi yang tinggi (clearly motivated behavior)
  6. Dilakukan dengan cepat (rapid behavior)
  7. Menyangkut kegiatan yang luas (broad behavior) [10]

IV. Teori Intelegensi / Kecerdasan
Banyak teori tentang intelegensi ini dan tiap teori karena bertolak dari asumsi yang berbeda memberikan rumusan yang berbeda pula. Diantara teori – teori tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Teori “Uni – Faktor” (Weihelm Stern)
Menurut teori ini, intelegensi merupakan kapasitas atau kemampuan umum.
2.      Teori “Two – Faktor” (Charles Spearman)
Spearman mengembangkan teori intelgensi berdasarkan suatu faktor mental umum yang diberikan kode “G” dan faktor spesifik yang diberi kod “S”; menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan
3.      Teori “Multi – Faktor” (El. Thorndike)
Menurut teori ini, integensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon.
4.      Teori “Primari – Mental – Ability” (L.I. Thurstone)
Menurut teori ini, intelegensi merupakan penjelasan dari kemampuan “primer” (kemampuan umeral/matematis, verbal/bahasa, abstraksi/visualisai/berfikir, kemampuan menghubungkan kata”, dan kemampuan membuat keputusan).
5.      Teori Sampling
Menurut teori ini, intelegensi beroperasi dengan terbatas pada setiap sample dari berbagai kemampuan.[11]

V.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi / Kecerdasan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi, diantaranya :
a.       Pembawaan
b.      Kematangan
c.       Penbentukan
d.      Minat dan pembawaan khas
e.       Kebebasan[12]

VI. Perbedaan Tingkat Intelegensi / Kecerdasan
Secara umum, tingkat kecerdasan atau intelektualitas mengandung arti kemampuan nalar seperti memahami atau mengingat dan juga kemampuan belajar.
Dalam hadits digambarkan perbedaan antar manusia dalam kemampuan belajat, memahami dan mengingatnya. Ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian intelektualitas. Berdasarkan hadis ini, dapat disimpulkan bahwa intelektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan, seperti tanah subur, tanah gersang atau tanah tandus.
Rasulullah SAW menunjukkan secara jelas tentang perbedaan antar manusia dalam tingkat kecerdasan atau intelektualitas dalam hadisnya :
نَحْنُ مَعَا شِرَ اْلأَمْبِيَاءِ أَمَرْ نَا أَنْ نُنَزَّلَ النَّاسَ مَنَا زِلَهُمْ, وَنُكَلِّمُهُمْ عَلَى قَدْ رِعُقُوْ لِهِمْ
“Kami para Nabi diperintahkan untuk mengunjungi rumah orang dan mengajari mereka sesuai dengan kemampuan akalnya.”[13]

VII.          Pengukuran Intelegensi / Kecerdasan
Masing-masing individu berbeda-beda segi intelegensinya, karena individu satu dengan yang lain tidak sama kemampuannya dalam memecahkan sesuatu persoalan yang dihadapi. Adapun cara untuk mengetahui taraf intelegensi tersebut dengan menggunakan tes intelegensi diantaranya, sebagai berikut:
1.      Intelegensi Tes Binet Simon
Cara pengukuran tes Binet – Simon ini dengan menggunakan sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang telah dikelompokkan menurut umur (untuk anak 3 – 15 tahun)
Tes Binet – Simon ini memperhitungkan 2 hal, yaitu :
a.       Umur kronologis (chronological age – disingkat “CA), yaitu umur anak yang diselidiki, kemudian dikalikan 100.
b.      Umur mental  (mental age – disingkat “MA”), yaitu jumlah nilai jawaban yang betul dibagi umur kalender.
2.      Tes Weschsler
Tes Weschsler meliputi dua sub verbal dan performance (tes lisan dan perbuatan dan ketrampilan dengan menggunakan skala angka)
a.       Tes lisan meliputi pengetahuan umum pemahaman, ingatan, mencari kesamaan, hubungan dan bahasa.
b.      Tes ketrampilan meliputi menyususn gambar dan sandi (kode-kde angka)
3.      Tes Army Alfa dan Betha / tes Tentara Mental test
a.       Tes army Alfa khusus untuk calon tentara yang pandai membaca
b.      Tes Army Betha, untuk calon tentara yangtidak pandai membaca[14]
4.      Mental test
Ialah tes untuk mengetahui segala kemampuan jiwa seseorang, yang meliputi fantasi, ingatan, pikiran, kecerdasan, perasaan.
5.      Schalastic Test
Ialah tes untuk mengetahui tingkat pengajaran pada tiap-tiap mata pelajaran, pada tiap-tiap kelas. Yang dipentingkan ialah bekerja dengan cepat dan baik. Test ini berguna untuk mengganti ulangan umum / ujian.[15]

KESIMPULAN


Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa makhluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia.
Pembahasan kecerdasan meliputi :
A.    Macam-macamm Intelegensi / Kecerdasan
1.      Menurut QS. As-Sajdah: 9, kecerdasan terbagi menjadi 5 bagian, yaitu :
-          kecerdasan ruhaniah
-          kecerdasan intelektual
-          kecerdasan emosional
-          kecerdasan sosial
-          kecerdasan fisik
2.      Menurut gunanya, kecerdasan terbagi menjadi 2 macam, yaitu : kecerdasan praktis dan kecerdasan teoritis.
3.      Menurut kekuatannya, dibagi menjadi dua macam: kecerdasan krestif, dan kecerdasan eksekutif.
B.     Teori Intelegensi / Kecerdasan
-          Teori “Uni – Faktor”
-          Teori “Two –Faktor”
-          Teori “Multi –Faktor”
-          Teori “Primeri – Mental  -  Ability”
C.     Faktr-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan antara lain : pembawaan, kematangan, pembentukan, minat dan pembawaan khas, kebebasan.
D.    Macam-macam Tes Kecerdasan
-          Intelegensi Tes Binet Simon
-          Tes Weschsler
-          Tes Army Alfa dan Betha / tes Tentara Mental test
-          Mental test
-          Schalastic Test



DAFTAR PUSTAKA



Ahmadi, H. Abu. 1998. Psikologi Umum. Jakarta : Rineks Cipta.

Departemen Agama. T.t.  Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang : CV. Toha Putra.

Fauzi, H. Ahmad. 1998. Psikologi Umum. Jakarta : Pustaka Setia Jaya.

Najah, Dr. Moh. Utsman. 2004. Psikologi dalam Perspektif hadis (Al Hadis Wa Ulum an-Nafs). Jakarta: Pustaka al-Hujna Baru.

Najati, Usman. 2004. Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, (Jakarta : Penerbit Hikmah.

Shaleh, Abd. Rahman & Muhbib Abd. Wahab. 2009. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.  Jakarta: Kencana.

Sulimadinata, Dr. Hana Sy’adin. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.



[1] H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Jakarta : Pustaka Setia Jaya, 1998), h. 100
[2] Abd. Rahman Shaleh & Muhbib Abd. Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 180.
[3] Abd. Rahman Shaleh & Muhbib Abd. Wahab. Psikologi Suatu Pengantar . . . . , h. 181
[4] Abd. Rahman Shaleh & Muhbib Abd. Wahab. Psikologi Suatu Pengantar . . . . , h. 183-184
[5] Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, t.t), h. 661
[6] Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, (Jakarta : Penerbit Hikmah, 2004), h. 10
[7] Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, . . . . , h. 11
[8] H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), h. 91-92
[9] Dr. Hana Sya’adin Sulimadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 94
[10] Dr. Hana Sya’adin Sulimadinata, Landasan Psikologi . . . . , h. 95
[11] Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, . . . . , h. 185-188
[12] Usman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, . . . . , h. 189-191
[13] Dr. Moh. Utsman Najah, Psikologi dalam Perspektif hadis (Al Hadis Wa Ulum an-Nafs), (Jakarta: Pustaka al-Hujna Baru, 2004), h. 274.
[14] Abd. Rahman Shaleh & Muhbib Abd. Wahab. Psikologi Suatu Pengantar . . . . , h. 192-195
[15] H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum,. . . ., h. 95