PENDAHULUAN
Aktivitas belajar bagi
setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar, kadang-kadang lancar,
kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari,
kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya
tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Pemikiran antara lain kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak
didik dalam kehidupan sehari-harinya dalam kaitannya dengan aktivitas belajar.
Setiap individu anak memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik.
Dalam keadaan ini dimana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang
disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar ini
tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor
non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin
keberhasilan belajar.
Oleh karena itu, dalam rangka memberikan evaluasi yang tepat kepada anak
didik, maka pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan
kesulitan belajar. Masalah kesulitan belajar yang sering dialami para anak
didik di sekolah, merupakan masalah penting yang perlu mendapat perhatian yang
serius di kalangan para pendidik.
PEMBAHASAN
Meskipun informasi tetang kelemahan dan kesulitan belajar siswa telah
diperoleh melalui tes formatif dan pekerjaan rumah (PR), namun inormasi itu
belum cukup terinci memperlihatkan sebab-sebab mendasar timbulnya kesulitan
belajar tersebut. Fungsi evaluasi formatif terbatas pada menilai pencapaian
tujuan-tujuan instruksional khusus yang telah dirumuskan guru dalam Satpel (Satuan
pembelajaran). Dalam melakukan fungsinya itu tes atau evaluasi formatif tidak
menjaring kesulitan-kesulitan belajar yang sifatnya mendasar.
Kelemahan evaluasi formatif dalam menemukan kesulitan belajar itu dapat
disebabkan karena penggunaanya yang tidak tepat atau karena katakteristik tes
formatif itu sendiri yang tidak memungkinkan menemukan sebab-sebab yang
mendasari kesulitan belajar siswa. Untuk menelusuri sebab-sebab tersebut
diperlukan alat pantau yang lebih cermat, yaitu tes diagnostik hasil belajar.[1]
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai
tindakan maka belajar hanya dialami oleh anak didik sendiri. Anak didik adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses beajar.[2]
Belajar menurut Skiner adalah suatu perilaku karena pada saat anak
belajar maka responsnya menjadi lebih baik. Begitu pun sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responsnya menurun, sehingga dalam belajar ditemukan adanya
hal kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon pembelajaran.
Merespon si pelajar dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut.
Pemerkuat terjadi ada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai
ilustrasi, perilaku respons si pembelajar yang baik diberi hadiah, sebaliknya
perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman[3]
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa anak didik adalah individu yang
unik yang mempunyai kesiapan dan kemampuan pisik, psikis serta intelektual yang
berbeda, satu sama lainnya. Demikian pula halnya dalam proses belajar, setiap
anak didik mempunyai karakteristik yang berbeda –beda.[4]
Semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar hendaknya ditelusuri untuk
mengetahui faktor manakah yang memainkan peranan pada hasil belajar siswa.
Faktor yang paling utama adalah guru dan siswa sendiri.
Dilihat dari faktor guru, keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh :
- Kesiapan guru dalam mengajar;
- Penguasaan materi pengajaran oleh guru;
- Kemampuan bawaan guru; dan
- Kemampuan guru berkomunikasi.
Dilihat dari faktor siswa, keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh:
- Kesiapan belajar siswa;
- Kebiasaan belajar siswa
- Sikap belajar siswa;
- Ada tidaknya kesulitan belajar yang dialami siswa pada umumnya; dan
- Ada tidaknya kesulitan siswa mempelajari suatu bidang studi tertentu.
Kesulitan belajar yang diakibatkan baik oleh faktor-faktor tersebut
diatas maupun oleh faktor-faktor lainya diketahui sedini mungkin agar dapar
segera ditangani. Untuk itu diperlukan tes diagnostik belajar.[5]
Sebagaimana yang telah dikemukakan uraian terdahulu bahwa di sekolah para
pendidik/guru sering menghadapi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
belajar. Kesulitan belajar yang dialami peserta didik tersebut termanifestasi
dalam berbagai bentuk gejala tingkah laku. Gejala kesulitan belajar yang
teramanifestasi dalam tingkah laku peserta didik itu merupakan akibat dari
beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Untuk dapat memberikan bimbingan yang
efektif terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar itu sudah
barang tentu setiap pendidik/guru memahami terlebih dahulu faktor yang melatarbelakangi
kesulitan belajar tersebut.
Menurut para ahli pendidikan, hasil belajar yang dicapai oleh para
peserta ddik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat di
dalam diri peserta didik itu sendiri yang disebut dengan faktor internal. Dan
faktor yang terdapat di luar diri peserta didik yang disebut dengan eksternal.
Faktor internal atau faktor yang terdapat di dalam diri peserta didik itu
sendiri antara lain adalah sebagai berikut:
- Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik. Kemampuan dasar (intelegensi) merupakan wadah bagi kemungkinan tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika kemampuan dasar rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula, sehingga menimbulkan kesulitan dalam. belajar.
- Kurangnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu. Sebagaimana halnya intelegensi bakat juga merupakan wadah untuk mencapai hasil belajar tertentu. Peserta didik yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan belajar.
- Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, tanpa motivasi yang besar peserta didik akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar. Persaingan yang sehat baik antar individu maupun antar kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
- Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik pada waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar, misalnya konflik yang dialaminya, kesedihan dan lain sebagainya.
- Faktor jasmaniah yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan pendengaran dan lain sebagainya.
- Faktor hereditas (bawaaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti buta warna, kidal, trepor, cacat tubuh dan lain sebagainya.
Adapun faktor yang terdapat di
luar diri peserta didik (faktor eksteren) yang dapat mempengaruhi hasil belajar
siswa adalah :
- Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi belajar peserta didik, seperti : cara mengajar, sikap guru, kurikulum atau materi yang akan dipelajari, perlengkapan belajar yang tidak memadai, teknik evaluasi yang kurang tepat, ruang belajar yang nyaman, situasi sosial yang kurang tepat, ruang belajar yang nyaman, situasi sosial sekolah yang kurang mendukung dan sebagainya.
- Situasi dalam keluarga mendukung situasi belajar peserta didik, seperti rumah tangga yang kacau (broken home).
- Situasi lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar siswa.[6]
Tes diagnostik dibedakan dari jenis tes lainnya oleh ciri-ciri khusus
berikut ini.
- Butir soalnya dirancang secara khusus;
- Tiap butir pengecoh (distractor) dalam tiap soal berfungsi diagnostik
- Hasil tes diagnostik tidak merupakan ukuran kemampuan siswa.
- Penekanan tes diagnostik adalah pada proses belajar dan bukan pada hasil belajar (process oriented dan bukan product oriented). Dengan tes diagnostik dikaji bagaimana proses belajar dialami atau dilalui siswa sehingga berhasil atau gagal dalam pelajarannya, atau setidak-tidaknya mengalami kesulitan belajar.
- Tujuan utama tes diagnostik belajar adalah membantu guru dalam meningkatkan efisiensi mengajarnya di kelas.
Tes diagnostik belajar dapat berbentuk:
1. Perangkat tes yang terdiri dari macam-macam variasi bentuk,
seperti betul-salah, pilihan ganda dan isian;
2. Tes pengamatan;
3. Tes perbuatan.[7]
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat
kelemahan anak didik dan faktor-faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan
pada suatu keperluan seperti remidial dalam evaluasi pengajaran.[8]
Sasaran utama tes diagnostik belajar untuk menemukan kekeliruan-keleiruan
atau kesalahan konsep dan kesalahan proses yang terjadi dalam diri siswa
tatkala mempelajari suatu topik belajar tertentu. Mislanya pada berhitung,
perhatian lebih ditujukan pada kemampuan dalam melakukan proses perhitungan dan
memahami konsep dasar tentang penjumlahan atau pengurangan daripada hasil akhir
yang diperoleh siswa. [9]
Tes diagnostik belajar ini bersifat rasional, alasan yang melandasi pendapat
tersebut adalah :
1. Proses berpikir merupakan faktor penentu keberhasilan belajar
2. Hasil tes yang baik tidak selalu yang menggambarkan prestasi
seseorang
3. Tes diagnosrik dimaksudkan untuk menemukan kesulitan belajar
siswa sedini mungkin
4. Berbeda dengan tes lainnya yang menjaring informasi yang
menjawab pertanyaan apa, tes diagnostik menjaring informasi yang menjawab
pertanyaan mengapa.
Langkah-langkah pengembangan tes diagnostik belajar:
1. Menyajikan tes formatif dalam bidang studi atau mata pelajaran
tertentu;
2. Menganalisis hasil tes formatif untuk menetapkan bagian pokok
bahasan atau sub pokok bahasan manakah yang belum dikuasai siswa;
3. Kisi-kisi yang disusun untuk tes diagnostik tidak perlu meliputi
seluruh materi yang diajarkan, melainkan hanya hal-hal yang dianggap kritis
bagi sebagian siswa.
4. Soal tertulis berdasarkan rincian spesifikasi yang ditetapkan
dalam kisi-kisi
5. Soal-soal yang sudah ditulis itu dirakit menjadi perangkat tes;
6. Soal-soal yang sudah ditulis itu dirakit menjadi perangkat tes;
7. Untuk menyempurnakan tes diagnostik yang disusun itu diadakan
uji coba dalam lingkungan terbatas;
8. Hasil uji coba yang telah dianalisis itu diadakanlah perbaikan;
9. Menyusun buku pedoman (manual) untuk pelaksanaannya.
Dua unsur yang mempunyai peran
penting hasil tes diagnostik belajar yaitu guru dan anak didik.
Guru memerlukan informasi dari hasil tes diagnostik sebagai masukan dan
bahan pertimbangan untuk memperbaiki cara mengajarnya. Apabila diketahui bahwa
ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari suatu topik tertentu,
terutama topik-topik yang esensial, maka guru perlu menyajikan tes diagnostik,
menganalisis hasilnya, mengintrospeksi cara mengajar, mencari sebab-sebabnya
dan mengupayakan perbaikan atau penyesuaian cara mengajar dengan jenis materi
yang diajarkannya.
Penggunaan metode mengajar yang tepat untuk materi belajar mengajar
tertentu merupakan keharusan bagi guru agar mencapai hasil mengajar yang
optimal. Tidak setiap metode mengajar berlaku tepat dan efektif untuk semua
materi bidang studi.
Jelasnya bahwa diagnostik sangat bermanfaat bagi guru dalam menelusuri
tingkat keberhasilan mengajarnya, dan untuk mendapatkan informasi tentang
kelemahan dalam penyampaian pengajarannya itu agar dapat diupayakan
perbaikannya.
Informasi tentang kelemahan dan kesulitan belajar siswa diperlukan agar
siswa dapat mengetahui bagian atau segi apa yang masih belum dikuasainya dan
mengapa bagian atau segi itu belum dikuasainya. Dengan demikian, siswa dapat
mengupayakan alat bantu atau cara untuk memperbaiki kelemahannya atau mencari
jalan pemecahan kesulitan belajarnya. Siswa dapat mengupayakan bimbingan yang
lebih intensif untuk dirinya sendiri menyangkut materi pengajaran yang
merupakan prasyarat untuk mempelajari materi selanjutnya dari bidang studi yang
sama, atau materi dari bidang studi lainnya yang mempunyai kaitan erat dengan
materi tersebut. Upaya-upaya dimaksud dapat berupa pelajaran tambahan,
bimbingan individual, atau tugas-tugas PR (Pekerjaan Rumah).[10]
BAB
III
ANALISIS
Sebagaimaa halnya semua macam tes, tes diagnostik pun perlu selalu
dipantau penggunaannya demi peningkatan efisiensi pemanfaatannya. Pemantauan
dimaksudkan untuk meneliti kelemahan tes itu sendiri, kemudahan penggunaanya
dan efektivitas yang diperlihatkannya.
Terdapat kemungkinan tes itu belum cukup baik konstruksinya sehingga
tidak memenuhi persyaratan sebagai suatu tes diagnostik yang baik. Telah disebutkan
bahwa perumusan soal tes diagnostik tidaklah berbeda dari cara perumusan adalah
tes hasil belajar lainnya sehingga perlu dikaji lagi butir-butir soal tes
diagnostik untuk meyakini kesesuaiannya dengan semua kaidah penulisan soal yang
baik. Apabila ternyata ada butir soal yang kurang baik, entah dari segi materi,
konstruksi, ataupun pembahasannya, maka perlu segera diupayakan perbaikannya
atau diganti.
Terdapat pula kemungkinan bahwa tes itu sudah baik tetapi sukar untuk digunakan
oleh guru yang belum terlatih untuk itu. Dengan demikian, perlu dipikirkan dua
hal: (1) apakah tes sudah cukup mudah penggunaannya, dan (2) apakah guru sudah
cukup terlatih mengunakan tes itu.
Karena tes diagnostik dapat menggunakan berbagai macam bentuk, padahal
tidak semua bentuk sama mudahnya untuk dipakai, maka terdapat kemungkinan tes
diagnostik menjadi sulit digunakan karena penerapan bentuk-bentuk tertentu. Tes
dengan bentuk uraian bebas, misalnya uraian non-objektif, sehingga guru akan
sukar memanfaatkan hasil yang diperoleh dari tes diagnostik yang mengunakan
bentuk uraian bebas. Oleh karena itu, perlu dicari bentuk yang dapat digunakan
dengan mudah tanpa mengurangi efisiensinya sebagai tes diagnostik.
Meskpun tes diagnostik mengambil bentuk yang memungkinkan penggunaannya
dengan mudah, tetapi bila guru tidak cukup terlatih menggunakannya maka tidak
pula bermanfaat. Apabila hal ini yang terjadi, maka guru yang hendak menggunakan
tes diagnostik itu perlu diberikan latihan agar dapat menyajikan dan
menganalisis hasilnya serta mampu menginterpretasikan hasilnya demi tujuan
diagnostik.
Pemantauan terhadap pemanfaatan tes diagnostik itu perlu dilakukan secara
terencana, terarah, sistematis, dan berkesinambungan. Hasil pemantauan itu
dapat dimanfaatkan untuk beberapa tujuan, seperti :
- Memperbaiki alat ukur (tes) itu sendiri;
- Membantu alat ukur mengupayakan penggunaannya secara tepat; dan
- Mengadakan pengembangan alat ukur (tes) itu lebih lanjut.
PENUTUP
Sudah menjadi harapan setiap pendidik, agar peserta didiknya dapat
mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan yang telah
digariskan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Namun, kenyataannya yang
dihadapi tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan itu dapat terealisir
sepenuhnya. Banyak peserta didik yang menunjukkan tidak dapat mencapai hasil
belajar sebagaimana yang diharapkan oleh para pendidiknya. Dalam proses belajar mengajar
guru/pendidiknya sering menghadapi masalah adanya peserta didik yang tidak
dapat mengikuti pelajaran dengan lancar, ada siswa yang memperoleh prestasi
belajar belajar yang rendah, meskipun telah diusahakan untuk belajar dengan
sebaik-baiknya, dan lain sebagainya. Dengan kata lain guru/pendidik sering
menghadapi dan menemukan peserta didik yang mengalai kesulitan dalam belajar.
Kemudian diadakan semacam tes diagnostik belajar dalam evaluasi untuk mencapai
hasil belajar yang optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Dimyati
& Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hallen A. 2002. Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Ciputat Press.
Silverius,
Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[1]
Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: Grasindo,
1991), h. 153.
[2]
Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1999), h. 7.
[3]
Ibid., h. 9.
[4]
Hallen A., Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h.
123.
[5]
Suke Silverius, op.cit., h. 153.
[6]
Hallen A. op.cit.,h. 130-132.
[7]
Suke Silverius, op.cit., h. 154.
[8]
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 5.
[9]
Suke Silverius, op.cit., h. 154
[10]
Ibid., h. 157-158.
EmoticonEmoticon