November 14, 2022

MERENCANAKAN TES


PENDAHULUAN

Tidak Semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dalam dunia pendidikan, ketiga kata tersebut (evaluasi, pengukuran dan penilaian) sering dijumpai dan memiliki makna yang berbeda. Persamaannya dari ketiga kata di atas adalah sama-sama mengandung arti tes. Dan dalam pendidikan pasti terdapat tes.
Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, harusnlah mengetahui langkah-langkah dalam penyusunan/merencanakan tes. Dalam makalah/paper ini akan membahas tentang hal tersebut beserta prinsip dan prosedur penilaiannya.



A.    Pengertian Tes
Sebelum adanya ejaan yang disempurnaan dalam bahasa Indonesia ditulis dengan test, tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan, misalnya: melingkari, mencoret jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.[1]
Ane Anastasi dalam bukunya Psichological Testing mengatakan bahwa tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang objektif dan standar terhadap sampel perilaku. Sedangkan Frederick G. Brown mengatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematik guna mengukur sampel perilaku seseorang.
Dari berbagai macam batasan mengenai tes dapatlah ditarik kesimpulan pengertian tentang tes ini, yaitu: Tes adalah prosedur yang sistematik. Maksudnya (a) aitem-aitem dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi tes dan pemberian angka (scoring) terhadap harus jelas dan diklasifikasikan secara terperinci, dan (c) setiap orang yang mengambl tes itu harus mendapat aitem-aitem yang sama dalam kondisi yang sebanding.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan tes hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.
Wrightstone menggolongkan macam-macam alat evaluasi itu menjadi sembilan kelompok, yaitu:
1.      Short answer tests
2.      Essay and oral examinations
3.      Observation and anec dotal records
4.      Questionaires, invetories and interviews
5.      Checklists and rating scales
6.      Personal reports and projective techniques
7.      Sociometric methods
8.      Case studies
9.      Cumulative records. [3]

B.     Persyarat an Tes
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memnuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
1.      Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
2.      Realibilitas
Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan.
3.      Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya.
4.      Praktikabilitas (Practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.
5.      Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis di sini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.[4]

C.    Penyusunan Tes
Sehubungan dengan hal-hal yang harus diingat pada waktu penyusunan tes, maka fungsi tes ditinjau dari 3 hal:
1.      Fungsi untuk kelas
2.      Fungsi untuk bimbingan
3.      Fungsi untuk administrasi

Menurut Suharsimi, langkah-langkah dalam penyusunan tes ada 4, yaitu:
1.      Menentukan tujuan mengadakan tes
2.      Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
3.      Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan
4.      Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan TIK itu
5.      Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi aspek berfikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut.
6.      Menuliskan butir-butir soal, didasar atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.[5]

Sedangkan menurut Suke Silverius, langkah-langkah penyusunan tes ada 13 langkah, yaitu:
1.      Menetapkan tujuan tes
Tujuan tes pencapaian adalah untuk mendapatkan informasi tentang seberapa jauh siswa sudah menyerap isi bahan pengajaran yang disajikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.
2.      Analisis kurikulum
Isi bahan pengajaran yang disajikan di sekolah senantiasa mengikuti kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, evaluasi mengenai sejauh mana siswa telah menyerap isi pengajaran itu harus pula didasarkan atas pengajaran yang digariskan dalam kurikulum tersebut.
3.      Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya.
Tes yang akan disusun hendaknya mengenai seluruh materi dari pokok bahasan esensial yang telah ditetapkan.


4.      Menyusun kisi-kisi
Kisi-kisi disusun dalam bentuk matriks yang memuat komponen-komponen tertentu. Adapun komponen-komponen suatu kisi-kisi tes ditentukan oleh tujuan penulisan soal tersebut.
5.      Menulis TIK / indikator
Penulisan TIK / indikator harus sesuai dengan komponen-komponen yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi.
6.      Menulis soal
Soal-soal yang ditulis tidak boleh menyimpang dati TIK. Dalam bagian penulisan soal ini dapat dimasukkan beberapa kegiatan, yakni review soal (menelaah soal), seleksi soal dan merakit soal menjadi tes.
7.      Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah jadi diperbanyak dalam jumlah yang cukup untuk tujuan uji coba.
8.      Uji coba
Tes yang sudah diperbanyak, diuji cobakan pada sampul yang telah ditentukan. Uji coba soal tersebut diperlukan untuk pengkajian mutu soal-soal.
9.      Analisis soal
Melalui analisis soal dapat diketahui baik buruknya (mutu) suatu butir soal.
10.  Revisi soal
Apabila hasil analisis menunjukkan adanya butir soal yang jelek, maka butir-butir soal itu perlu direvisi (diperbaiki).
11.  Menentukan soal-soal yang baik
Sebagaimana dikatakan di atas, soal-soal yang telah diujicobakan itu perlu dianalisis untuk dapat diperoleh gambaran tentang tingkat kesulitan, fungsi pengecoh, dan penyebaran jawaban oleh kelompok. Dari data tersebut dapat ditetapkan butir-butir mana yang baik dan mana yang tidak.

12.  Merakit soal menjadi tes
Semua soal yang baik, kalau sudah banyak yang terkumpul dan meliputi semua pokok bahasan serta aspek yang hendak diukur, dapat dirakit menjadi tes yang standar.[6]

Kemudian, Anas Sudijono merumuskan beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah diajarkan, atau diharapkan, setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
Kedua, butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan.
Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi.
Keempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
Keenam, tes hasil belajar disamping harus dapat  dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.[7]

D.    Prinsip-prinsip dan Prosedur Penilaian
Adapun beberapa prinsip penilaian itu adalah sebagai berikut:
1.      Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang kompreshensif.
2.      Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading)
3.      Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu penilaian yang norm referenced dan yang criterion-referenced.
4.      Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar.
5.      Penilaian harus bersifat komparabel
6.      Sistem penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan bagi pengajar sendiri.[8]

Beberapa prosedur penilaian:
1.      Tidak membedakan dengan jelas adanya dua fase pengukuran dan fase penilaian.
2.      Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian dengan berbagai variasi, mulai dari yang relatif sederhana sampai dengan yang lebih rumit dan sophisticated.
3.      Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak dipergunakan karena dianggap lebih sederhana dan praktis.
4.      Prosedur yang menggunakan teknik statistik yang lebih kompleks.[9]



KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tes merupakan alat untuk mengukur kemampuan siswa, dan dalam tes pun terdapat langkah-langkah penyusunan tes, ini agar guru/pendidik memiliki acuan dalam penyusunannya dan juga sesuai dengan kemampuan siswa, indikator pembelajaran, serta kurikulum sekolah tersebut.
Dalam langkah-langkah penyusunan tes tersebut, para ahli berbeda dalam perumusannya. Akan tetapi hampir sama dalam menguatkan dan mendefinisikan langkah-langkah penyusunan tersebut.
Disamping itu, selain langkah-langkah penyusunan tes juga ada prinsip-prinsip yang harus diketahui oleh seorang guru dalam melakukan penilaian.



DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purwanto, Ngalim. 1994. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta; PT. Grasindo.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.


[1] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 51.
[2] Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 3.
[3] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 33
[4] Suharsimi Arikunto, op.cit., h. 56-61
[5] Ibid, h. 153-154
[6] Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: PT. Gransindo, 1991), h. 13-15
[7] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 97-99
[8] Ngalim Purwanto, op.cit., h. 73-75
[9] Ibid, h. 79-81

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon