PENDAHULUAN
Tidak Semua orang menyadari
bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa
kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Dalam dunia
pendidikan, ketiga kata tersebut (evaluasi, pengukuran dan penilaian) sering
dijumpai dan memiliki makna yang berbeda. Persamaannya dari ketiga kata di atas
adalah sama-sama mengandung arti tes. Dan dalam pendidikan pasti terdapat tes.
Seorang guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, harusnlah mengetahui
langkah-langkah dalam penyusunan/merencanakan tes. Dalam makalah/paper ini akan
membahas tentang hal tersebut beserta prinsip dan prosedur penilaiannya.
A.
Pengertian Tes
Sebelum adanya ejaan yang disempurnaan dalam bahasa Indonesia
ditulis dengan test, tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan
untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari
petunjuk yang diberikan, misalnya: melingkari, mencoret jawaban yang salah,
melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan sebagainya.[1]
Ane Anastasi dalam bukunya Psichological
Testing mengatakan bahwa tes pada dasarnya merupakan suatu pengukuran yang
objektif dan standar terhadap sampel perilaku. Sedangkan Frederick G. Brown
mengatakan bahwa tes adalah prosedur yang sistematik guna mengukur sampel
perilaku seseorang.
Dari berbagai macam batasan
mengenai tes dapatlah ditarik kesimpulan pengertian tentang tes ini, yaitu: Tes
adalah prosedur yang sistematik. Maksudnya (a) aitem-aitem dalam tes disusun
menurut cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi tes dan pemberian
angka (scoring) terhadap harus jelas dan diklasifikasikan secara
terperinci, dan (c) setiap orang yang mengambl tes itu harus mendapat
aitem-aitem yang sama dalam kondisi yang sebanding.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan tes
hasil belajar atau achievement test ialah tes yang dipergunakan untuk
menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada
murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.
Wrightstone menggolongkan
macam-macam alat evaluasi itu menjadi sembilan kelompok, yaitu:
1. Short answer tests
2. Essay and oral examinations
3. Observation and anec dotal records
4. Questionaires, invetories and interviews
5. Checklists and rating scales
6. Personal reports and projective techniques
7. Sociometric methods
8. Case studies
9. Cumulative records. [3]
B.
Persyarat an Tes
Sebuah tes yang dapat dikatakan
baik sebagai alat pengukur harus memnuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
1.
Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila
tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
2.
Realibilitas
Sebuah tes dikatakan reliabel
apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan.
3.
Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki
objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang
mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya.
4.
Praktikabilitas (Practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki
praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
pengadministrasiannya.
5.
Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis di
sini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya
yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.[4]
C.
Penyusunan Tes
Sehubungan dengan hal-hal yang
harus diingat pada waktu penyusunan
tes, maka fungsi tes ditinjau dari 3 hal:
1. Fungsi untuk kelas
2. Fungsi untuk bimbingan
3. Fungsi untuk administrasi
Menurut Suharsimi, langkah-langkah
dalam penyusunan tes ada 4, yaitu:
1. Menentukan tujuan mengadakan tes
2. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
3. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan
4. Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan TIK itu
5. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi aspek
berfikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut.
6. Menuliskan butir-butir soal, didasar atas TIK-TIK yang sudah
dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.[5]
Sedangkan menurut Suke Silverius,
langkah-langkah penyusunan tes ada 13 langkah, yaitu:
1. Menetapkan tujuan tes
Tujuan tes pencapaian adalah untuk
mendapatkan informasi tentang seberapa jauh siswa sudah menyerap isi bahan
pengajaran yang disajikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Analisis kurikulum
Isi bahan pengajaran yang disajikan
di sekolah senantiasa mengikuti kurikulum yang berlaku. Dengan demikian,
evaluasi mengenai sejauh mana siswa telah menyerap isi pengajaran itu harus
pula didasarkan atas pengajaran yang digariskan dalam kurikulum tersebut.
3. Analisis buku pelajaran dan sumber materi belajar lainnya.
Tes yang akan disusun hendaknya
mengenai seluruh materi dari pokok bahasan esensial yang telah ditetapkan.
4. Menyusun kisi-kisi
Kisi-kisi disusun dalam bentuk
matriks yang memuat komponen-komponen tertentu. Adapun komponen-komponen suatu
kisi-kisi tes ditentukan oleh tujuan penulisan soal tersebut.
5. Menulis TIK / indikator
Penulisan TIK / indikator harus
sesuai dengan komponen-komponen yang telah ditetapkan dalam kisi-kisi.
6. Menulis soal
Soal-soal yang ditulis tidak boleh
menyimpang dati TIK. Dalam bagian penulisan soal ini dapat dimasukkan beberapa
kegiatan, yakni review soal (menelaah soal), seleksi soal dan merakit soal
menjadi tes.
7.
Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah jadi diperbanyak
dalam jumlah yang cukup untuk tujuan uji coba.
8. Uji coba
Tes yang sudah diperbanyak, diuji
cobakan pada sampul yang telah ditentukan. Uji coba soal tersebut diperlukan
untuk pengkajian mutu soal-soal.
9. Analisis soal
Melalui analisis soal dapat
diketahui baik buruknya (mutu) suatu butir soal.
10. Revisi soal
Apabila hasil analisis menunjukkan
adanya butir soal yang jelek, maka butir-butir soal itu perlu direvisi
(diperbaiki).
11. Menentukan soal-soal yang baik
Sebagaimana dikatakan di atas,
soal-soal yang telah diujicobakan itu perlu dianalisis untuk dapat diperoleh
gambaran tentang tingkat kesulitan, fungsi pengecoh, dan penyebaran jawaban
oleh kelompok. Dari data tersebut dapat ditetapkan butir-butir mana yang baik
dan mana yang tidak.
12. Merakit soal menjadi tes
Semua soal yang baik, kalau sudah banyak
yang terkumpul dan meliputi semua pokok bahasan serta aspek yang hendak diukur,
dapat dirakit menjadi tes yang standar.[6]
Kemudian, Anas Sudijono merumuskan
beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar
agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata
pelajaran yang telah diajarkan, atau diharapkan, setelah mereka menyelesaikan
suatu unit pengajaran tertentu.
Pertama, tes hasil belajar
harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai
dengan tujuan instruksional.
Kedua, butir-butir soal tes
hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan
pelajaran yang telah diajarkan.
Ketiga, bentuk soal yang
dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi.
Keempat, tes hasil belajar
harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Kelima, tes hasil belajar
harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
Keenam, tes hasil belajar
disamping harus dapat dijadikan alat
pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk
mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara
mengajar guru itu sendiri.[7]
D. Prinsip-prinsip dan Prosedur Penilaian
Adapun beberapa prinsip penilaian itu adalah sebagai
berikut:
1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang
kompreshensif.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian
(grading)
3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua
macam orientasi, yaitu penilaian yang norm referenced dan yang criterion-referenced.
4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral
dari proses belajar mengajar.
5. Penilaian harus bersifat komparabel
Beberapa
prosedur penilaian:
1. Tidak membedakan dengan jelas adanya dua fase pengukuran dan
fase penilaian.
2. Prosedur ini dan berikutnya adalah prosedur yang telah
memisahkan fase pengukuran dan fase penilaian dengan berbagai variasi, mulai
dari yang relatif sederhana sampai dengan yang lebih rumit dan sophisticated.
3. Prosedur penilaian dengan menggunakan persentase (%) banyak
dipergunakan karena dianggap lebih sederhana dan praktis.
4. Prosedur yang menggunakan teknik statistik yang lebih kompleks.[9]
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa tes merupakan alat untuk mengukur kemampuan
siswa, dan dalam tes pun terdapat langkah-langkah penyusunan tes, ini agar
guru/pendidik memiliki acuan dalam penyusunannya dan juga sesuai dengan
kemampuan siswa, indikator pembelajaran, serta kurikulum sekolah tersebut.
Dalam
langkah-langkah penyusunan tes tersebut, para ahli berbeda dalam perumusannya.
Akan tetapi hampir sama dalam menguatkan dan mendefinisikan langkah-langkah
penyusunan tersebut.
Disamping itu,
selain langkah-langkah penyusunan tes juga ada prinsip-prinsip yang harus
diketahui oleh seorang guru dalam melakukan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Azwar, Saifuddin. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Purwanto, Ngalim. 1994. Prinsip-prinsip dan
Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Silverius, Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan
Umpan Balik. Jakarta; PT. Grasindo.
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
[1]
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997), h. 51.
[2]
Saifuddin Azwar, Tes Prestasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 3.
[3]
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), h. 33
[4]
Suharsimi Arikunto, op.cit., h. 56-61
[5]
Ibid, h. 153-154
[6]
Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, (Jakarta: PT.
Gransindo, 1991), h. 13-15
[7]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h.
97-99
[8]
Ngalim Purwanto, op.cit., h. 73-75
[9]
Ibid, h. 79-81
EmoticonEmoticon