1.
BIOGRAFI
Hamka bernama Abdul Malik bin Haji Abdul Karim bin
Amrullah, nama-nama itu mungkin jarang kita dengar dan bahkan yang kerap
terdengar oleh kita adalah Hamka
Hamka sebenarnya adalah singkatan dari nama beliau
yang dipanggilkan melalui pada tahun 1927-an. Pada saat beliau telah kembali
dari tanah suci untuk memunaikan ibadah haji, yang mana nama beliau ditambah
menjadi Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Dari nama inilah kemudian masyarakat
dan orang sekitarnya memanggil beliau dengan Hamka singkatan dari nama yang
panjang di atas. Adapun dengan panggilan buya ini adalah panggilan kehormatan
bagi orang Minangkabau yang berasal dari kata Abi, Abuya dalam bahasa arab yang
berarti ayahku atau seorang yang dihormati.
Buya Hamka terlahir dari seorang ibu yang bernama
Siti Safiyah, istri pertama Syekh Abdul Karim di desa kampung Molek, sungai
Batang, Maninjau, Sumatra Barat. Pada hari Senin tanggal 17 Februari 1908 M
yang bertepatan pada 14 Muharram 1326 H. Dan pendapat lain mengatakan bahwa
beliau lahir pada hari Ahad 16 Februari 1908 M yang bertepatan pada 13 Muharram
1326 H. Namun kebanyakan adalah pendapat yang pertama.[1]
Ibunya dari keluarga bangsawan. Ayahnya Syekh
Abdul Karim bin Amrullah atau haji rasul, dari keluarga seorang ulama terkenal
dan seorang pelapor gerakan pembaruan/modernis dalam gerakan islah (tajdid) di
Minangkabau. Ayah Hamka terlahir pada tanggal 17 Safar 1296 H / 10 Februari
1879 M di Kepala Kebun, Betung Panjang, Nagari Sungai Batang, Maninjau,
Minangkabau. Lunak Agama Sumatra Barat dan Beliau wafat pada tanggal 21 Juni
1945.[2]
Satu kesukaan Hamka ialah mengembara mengunjungi
perguruan pencak Silat, mendengar senandung dan kaba yaitu kisah-kisah rakyat
yang dinyanyikan dengan alat musik tradisional, rebab dan saluang (alat tiup
khas minang) kegemaran lainnya adalah menonton film, bahkan demi hobinya itu ia
pernah mengelabui ayahnya yang merupakan guru mengajinya, dalam memenuhi
hasratnya menonton melalui inspirasi untuk menulis.[3]
Cita-cita Buya Hamka yaitu agar bangsa Indonesia
kelak dapat menjadi bangsa besar yang sesuai dengan ajaran dan cita-cita Islam
artinya bangsa yang memiliki misi-misi “Rahmatan Lil Alamin” penjaga dan
penyebar kedamaian alam semesta.[4]
Ia hidup dan berkembang dalam struktur masyarakat
Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Sejak kecil, ia menerima
dasar-dasar agama dari Ayahnya pada usia 6 tahun ia dibawa ayahnya ke Padang
Panjang. Pada usia 7 tahun ia dimasukkan ke sekolah desa dan malamnya ia
belajar mengaji Al Quran dengan ayahnya
sampai khatam. Kedua orang tuanya bercerai tatkala ia berusia 12 tahun.
Waktu itu pelaksanaan pendidikan masih bersifat
tradisional. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab
klasik. Meskipun tidak puas dengan sistem pendidikan waktu itu. Ia tetap
mengikutinya dengan baik sejak tahun 1916-1923 ia belajar agama pada sekolah
diniyah school di padang panjang dan Sumatra Thawalib di Palabek, guru-gurunya
waktu itu antara lain Syekh Ibrahim Musa, Abdul Hamid dan Zainuddin Labay.[5]
Sejak muda Hamka dikenal sebagai seorang pengelana
bahkan ayahnya memberi gelar Si Buyung jauh. Pada usia 15 tahun beliau
berangkat ke Jawa. Ketika ia berada di Yogyakarta beliau tertarik untuk menimba ilmu tentang
gerakan sosial politik, khususnya gerakan Islam modern, ia mulai kursus-kursus.
Ceramah seperti : H.D.S Tjokroaminoto, Suryo Pranoto dan disinilah ia
menentukan pendirian hidupnya. Setelah itu ia pindah ke Pekalongan dan belajar
pada A.R Sutan Mansyur serta mulai untuk memperlebar komunikasi.
Istri Buya Hamka ialah Siti Raham Binti Endah
Sutan yang pada saat itu berusia 15 tahun, beliau menikah pada tanggal 5 April
1929 yang sebelumnya telah dipertunangkan oleh kedua orang tua mereka. Dari
pernikahan itu beliau dikaruniai 7 orang anak laki-laki dan 3 anak perempuan.
Tahun 1972 istri beliau meninggal, setahun berselang beliau menikah lagi dengan
Hajjah Siti Khadijah dari Cirebon.
Pada tanggal 24 juli 1981 beliau wafat tepatnya di
RS Pertamina Jakarta beliau meninggal pada usia 73 tahun.[6]
2.
SETTING SOSIAL
Pada bulan Juli 1925 ia ikut mendirikan tabligh
Muhammadiyah , dan pada usia 17 tahun beliau aktif dalam kegiatan dakwah dan
tumbuh menjadi tokoh Minangkabau, kepandaian beliau terlihat terutama dalam
berpidato dan pada usia ini juga beliau mengumpulkan pidatonya dalam sebuah
buku khotib Al Ummah yang merupakan buku pertamanya.
Pada bulan Februari tahun 1927 ia berangkat ke
Mekkah untuk memperdalam ilmunya sekaligus menunaikan ibadah haji ia bermukim
di Mekkah selama 6 bulan dan sambil bekerja di sebuah percetakan.
Pada tahun 1931 beliau diutus ke Makassar dalam
rangka menggerakkan semangat menyambut kongres ke 21 pada bulan Mei 1932 di
Makassar.
Pada tahun 1934 menghadiri kongres daerah Sibolga
dan menjadi anggota majelis konsul Muhammadiyah.[7]
Pada tahun 1936 di Medan inilah peran hamka
sebagai intelektual ulama dan ulama intelektual mulai terbentuk di Medan Hamka
memang bisa optimal mengaktualisasikan dirinya melalui “Pedoman Masyarakat” ia
punya modal yang dibutuhkan oleh seorang intelektual dan ulama sekaligus. Ia
seorang mubaligh, ahli agama, sastrawan sekaligus wartawan. Di Medan pula ia berkenalan
dengan beragam pemikiran di dunia inilah modal yang mendukungnya. Dengan modal
itu pula ia bisa menulis apa saja, mulai dari pemikiran, falsafah sapai dengan
berita-berita kunjungan daerah.[8]
Pada tahun 1946 Kongres Muhammadiyah Sumatra Barat
memilih beliau untuk menjadi ketua majelis pimpinan Muhammadiyah daerah Sumatra
Barat.
Pada tahun 1950 beliau turut menyusun Anggaran
Dasar dan membuat Rumusan Kepribadian Muhammadiyah dan mulai menetap di
Jakarta.
Pada tahun 1964-1966 beliau hidup di dalam tahanan
Sukabumi karena dituduh melanggar Panpres Subversif. Ini berasal dari Fitnahan
PKL (LEKRA) yang mengatakan beliau sebagai plagiator dalam karyanya
“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk”.
Setelah peristiwa 1964 dan berdirinya pemerintah
orde baru. Hamka secara total berperan sebagai ulama. Ia meninggalkan dunia
politik dan sastra.
Pada tanggal 27 Juli 1975 beliau diangkat menjadi
ketua MUI di gedung Sasono Langen Budaya TMII. Hamka dikenal sebagai seorang
moderat, tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata keras. Apabila kasar dalam
komunikasinya, beliau lebih suka menulis roman atau cerpen dalam menyampaikan
pesan-pesan moral Islam.
Ada satu yang sangat menarik dari Hamka yaitu
keteguhannya memegang prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat orang-orang
menyeganinya. Sikap independennya itu sungguh itu bukan hal yang baru bagi
Hamka. Pada zaman pemerintahan Soekarno, Hamka berani mengeluarkan fatwa haram
menikah lagi bagi presiden Soekarno. Otomatis fatwa itu membuat Sang presiden kebakaran jenggot.
Tidak hanya berhenti sampai disitu saja, Hamka juga terus menerus mengkritik
kedekatan pemerintah dengan PKI waktu itu. Maka wajarlah kalau akhirnya ia
dijebloskan ke penjara oleh Soekarno. Bahkan majalahnya yang dibentuk “Pedoman
Masyarakat” pernah dibredel Soekarno karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang
berjudul “Demokrasi Kita” yang terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikkan tajam
terhadap konsep demokrasi terpimpin yang dijalankan Bung Karno.
Ketika tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan
politik, hari-hari Hamka lebih banyak di isi dengan kuliah subuh di Masjid Al
Azhar, Jakarta Selatan.
Karir
Pada tahun 1927 Hamka bekerja sebagai guru agama
di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan.
Pada tahun 1929 di Padang Panjang Hamka kemudian
dilantik sebagai dosen di UI Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang
Panjang dari tahun 1957-1958. Setelah itu beliau diangkat menjadi rektor
Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan profesor Universitas Mustopo.
Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke
Jakarta dan mulai karirnya sebagai pegarai di Departemen Agama pada masa KH
Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu Hamka sering memberikan kuliah di berbagai
perguruan tinggi Islam di tanah air.
Dari tahun 1951-1960, beliau menjabat sebagai
Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia.
Ada tanggal 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia,
Prof. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum MUI tetapi beliau kemudian
meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasehatnya tidaj dipedulikan oleh
pemerintah Indonesia.[9]
Penghargaan atas jasa dan karya-karyanya
Hamka telah menerima anugrah yaitu :
-
Doctor
Honoris Causa dari Universitas Al Azhar Kairo tahun 1958
-
Dr
Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia tahun 1958
-
Gelar
Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia
Buah pena Buya Hamka antara lain :
Kitab Tafsir Al Azhar merupakan karya geilang Buya
Hamka, tafsir Al Quran 30 jus itu salah satu dari 118 lebih karya yang
dihasilkan Buya Hamka semasa hidupnya. Tafsir tersebut di mulainya tahun 1960.
Hamka meninggalkan karya tulis segudang.
Tulisan-tulisannya meliputi banyak kajian : politik (pidato pembelaan peristiwa
3 Maret, urat tunggang Pancasila), Sejarah (sejarah umat Islam, sejarah Islam
di Sumatra), budaya (adat Minangkabau menghadapi revolusi), akhlak (kesepaduan
iman dan amal soleh) dan ilmu-ilmu keislaman (tasawuf modern).
3.
TEORI
Menurut Hamka, model lembaga pendidikan yang ideal
adalah model lembaga pesantren. Institusi ini memiliki persyaratan ideal
sebagai institusi pendidikan Islam yaitu diantaranya memiliki tempat belajar
masjid tempat melaksanakan ibadah, dan asrama. Penekanan pentingnya Asrama agar
peserta didik bisa setiap saat melakukan diskusi, diawasi dan dibimbing secara
intensif.[10]
4.
METODE
Buya Hamka dalam memajukan pendidikan Islam di
Indonesia patut dihargai, karena pemikirannya yang kemudian diwujudkan dengan
membangun lembaga pendidikan yayasan pesantren Islam di Al Azhar. Itulah
lembaga pendidikan Islam dapat menyaingi pendidikan umum dan Kristen yang sudah
lebih dulu ada.
“Sekolah atau lembaga pendidikan sebagai ujung
tombak kristenisasi. Karena itu Buya Hamka mendirikan sekolah Islam untuk
menyaingi sekolah Kristen yang membawa generasi muda kepada mental pemurtadan.
Seain itu, pendirian sekolah Islam dalam hal ini YPI Al Azhar untuk menghilangkan
dikotomi terhadap Islam”.
Menurut konsep pendidikan yang ditetapkan oleh
ulama yang banyak menciptakan karya sastra itu mencontoh zaman Rosulullah yang
menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan, salah satunya sekolah. Kelahiran
pesantren di tengah kota yang dirintisnya telah mampu menghilangkan anggapan
bahwa pesantren hanya sebagai lembaga pendidikan formal pinggiran yang
kondisinya serba memprihatinkan. “Tetapi beliau mendirikan pesantren di tengah
kota. Pesantren yang maju yang bisa diterima oeh berbagai kalangan masyarakat”.[11]
5.
IDE POKOK PEMIKIRAN
Sosok Hamka adalah multiperan. Selain sebagai
ulama dan pujangga, ia juga seorang pemikir. Diantara buah pikirnya adalah
gagasan tentang pendidikan. Bagi Hamka pendidikan adalah sarana untuk mendidik
watak pribadi-pribadi. Kelahiran manusia di dunia ini tak hanya untuk mengenal
apa yang dimaksud dengan baik dan buruk, tapi juga selain beribadah kepada
Allah, juga berguna bagi sesama dan alam lingkungannya.
Karena itu,
bagaimanapun kehebatan sistem pendidikan modern menurut Hamka, tak bisa
dilepas begitu saja tanpa diimbangi dengan pendidikan agama. Ia adalah salah
satu dari pemikir pendidikan yang mendorong pendidikan agama masuk dalam
kurikulum sekolah. Bahkan, Hamka lebih maju lagi, ia menyarankan agar aeda
asrama-asrama yang menampung anak-anak sekolah. Dalam asrama tersebut anak-anak
tak hanya mendapat pemondokan dan logistik, tapi juga penuh dengan muatan
rohani dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pandangan Hamka, pendidikan di sekolah tak
lepas dari pendidikan di rumah. Karena menurutnya, mesti ada komunikasi antara
sekolah dengan rumah. Antara orang tua, murid, dengan guru secara konvensional,
antara orang tua, murid dengan guru saling bersilaturahim, sekaligus
mendiskusikan tentang perkembangan anak didiknya. Dan masjid adalah sarana
untuk pertemuan tersebut, dengan adanya sholat jamaah di masjid, antara guru,
orang tua, dan murid bisa saling berkomunikasi secara langsung. Pemikiran Hamka
di atas akan bisa berjalan secara efektif di daerah-daerah pedesaan dimana
mobilitas warganya belum begitu tinggi. Di era modern ini, tetap ada
sekolah-sekolah yang tetap menjaga semangat keumatan yang digagaskan oeh Hamka
tersebut. Dengan menggunakan teknologi komunikasi yang berupa telepon dan
internet, komunikasi orang tua dan murid akan terwujud dengan baik.[12]
ANALISA
A.
Masa Lampau
Pada tahun 50-an, nama Hamka sangat diperhitungkan oleh bangsa Indonesia dalam ranah politik maupun agama dan sastra. Hamka dapat dikatakan sebagai orang nomor satu di pulau Sumatra dan mungkin ia juga dapat dikatakan sebagai uama ahi tafsir terbesar yang pernah dilahirkan oleh Indonesia. Selain itu ia juga menjadi seorang sastrawan besar.
B.
Pada Masa Sekarang
Di era modern ini tetap ada sekolah-sekolah yang tetap menjaga semangat keumatan yang digagaskan oleh Hamka. Dengan menggunakan teknologi komunikasi yang berupa telepon dan internet, komunikasi orang tua dan murid akan terwujudnya dengan baik.
C.
Masa Yang Akan Datang
Hamka adalah sosok cendekiawan indonesia yang
memiliki pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Pemikirannya tidak hanya
berkala di zamannya, namun masih sangat konstektual di masa kini, produktivitas
gagasannya di masa lalu sering menjadi inspirasi dan rujukan gagasan-gagasan
kehidupan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Id. Wikipedia.org/wiki/Haji-Abdul-Malik-Karim. Amrullah
Forum.detiknet.com/showthread.php
Pkesinter aktif.com/edukasi/sosok/2009/II/28/Buya.Hamka
Iyanfukuyama.multiply.com/
Id.shvoong.com/books/1804902.mempertimbangkan.hamka
Vakho.Mutiply.com/2005/08/01/Biografi-hamka
Herry, Mohammad, dkk. 2006. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani.
Ramayulis, Samsul Nizar. 2005. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia. Ciputat: PT Ciputat Press Group.
www.madina-sk.som/index.php.
[1] Id. Wikipedia.org/wiki/Haji-Abdul-Malik-Karim.Amrullah
[2] Forum.detiknet.com/showthread.php
[3] Pkesinter aktif.com/edukasi/sosok/2009/II/28/Buya.Hamka
[4]
Iyanfukuyama.multiply.com/
[5] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, (Ciputat: PT Ciputat Press Group, 2005), h. 261-262.
[6]
Id.shvoong.com/books/1804902.mempertimbangkan.hamka
[7] Id. Wikipedia.org/wiki/Haji-Abdul-Malik-Karim.Amrullah
[8]
Herry Mohammad,
dkk. Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 62.
[9] Vakho.Mutiply.com/2005/08/01/Biografi-hamka
[10] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia, (Ciputat: PT Ciputat Press Group, 2005),h. 283
[11] www.madina-sk.som/index.php.
[12]
Herry Mohammad, dkk, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 64.
EmoticonEmoticon